Friday, March 18, 2016

Wayang Kulit Tanpa Pengrawit


                                       Wayang Kulit Tanpa Pengrawit   
                                      (Sebuah Inovasi dan Kolaborasi)




Seni dan Budaya dalam arti luas, memiliki pemahaman yang menyatu dengan proses pembentukan cita rasa manusia terhadap waktu dan alam jagat raya.   Sebagai sebuah proses, Seni dan budaya saat  ini mengalami suatu keadaan, dimana kita (manusia) sebagai pelaku pencetus lahirnya seni dan budaya, termanipulasi oleh perkembangan zaman atau larut dalam seni dan budaya modern.  Proses perkembangan zaman  ini  mambuat kita lupa akan seni dan budaya leluhur yang merupakan prototype dan asal-usul lahirnya sebuah sejarah dan kebudayaan bangsa.
                                                Berangkat dari kesadaran untuk mempertahankan budaya dan seni tradisional inilah,  Sanggar Budaya “Serumpun” sebagai wadah untuk mengembangkan potensi dan kreasi guru dalam melestarikan budaya bangsa dengan inovasi dan kolaborasi seni tradisional dengan seni modern, mengembangan potensi, daya cipta seni dan kreasi  yang dimiliki guru, yaitu dengan penggunaan alat musik modern sebagai pengganti iringan wiyaga/panjak (penabuh gamelan), sehingga Pagelaran Wayang Kulit  tidak menggunakan iringan gamelan yang ditabuh oleh wiyaga/Panjak melainkan kolaborasi dengan alat musik modern.  Dan lebih unik lagi peralatan tersebut dimainkan oleh satu orang yaitu Dalang kecuali Pengendang, gender dan Sinden. 
Pergelaran wayang kulit tanpa iringan gamelan, mungkin sulit dibayangkan bentuknya.  Maklum, pakem pertunjukan wayang kulit selama ini selalu melibatkan penabuh gamelan (pangrawit/wiyaga), pesinden (swarawati), dan sang dalang (juru barata). Bahkan, belakangan muncul “kecenderungan” baru menampilkan kolaborasi wayang kulit dengan pelawak, penari, dan penyanyi. Wayang kulit tanpa iringan gamelan yang ditabuh oleh para pangrawit/wiyaga sebagai bentuk seni yang unik dan berbeda dari lazimnya pertunjukan wayang.  Pagelaran Wayang kulit  ini merupakan sebuah ide untuk melakukan kolaborasi peralatan modern yang dikemas untuk mengurangi kebosanan para penonton yang hanya melihat tampilan layar/keber putih melainkan dengan menyuguhkan variasi tampilan yang terkesan lebih hidup dan menarik dengan menggunakan teknologi LCD, tampilan ini bisa digunakan juga sebagai ajang promosi maupun informasi. Sementara Dalang, disamping menyampaikan cerita wayang, narasi maupun dialog tokoh wayang, Dalang juga harus mengiringi sendiri dengan “gamelan” dengan menggunakan orgen/player sehingga tidak menggunakan pengrawit/wiyaga.  Ini merupakan bentuk keahlian khusus bagi  Dalang.  Selain itu yang menjadi keahlian tersendiri adalah keahlian untuk merubah not atau bunyi orgen/player menjadi bunyi-bunyi gamelan sehingga bisa digunakan untuk iringan yang pas dan tepat pengganti gamelan yang ditabuh pengrawit/wiyaga,
Ada beberapa faktor yang membuat pagelaran wayang tanpa wiyaga ini disukai penggemarnya terutama untuk suguhan-suguhan hiburan saat hajatan. Pertama, tidak merepotkan tuan rumah yang menanggap kesenian itu karena tidak banyak peralatan yang dibutuhkan.  Faktor kedua, tuan rumah tidak banyak mengeluarkan biaya untuk menjamu maupun untuk honor dalang. Itu karena yang ditanggung akomodasi hanya beberapa orang saja. Faktor ketiga, pertunjuknya disampaikan secara santai, rileks, dan juga bersifat interaktif, bahkan juga menggunakan Da’i untuk mengupas pesan-pesan religius.  Faktor keempat, bisa juga menyuguhkan hiburan musik-musik dengan penyanyi/biduan tanpa mengeluarkan biaya tambahan untuk sewa orgen tunggal.
Sebagai gambaran betapa bangganya “Dadi Wong Jawa” untuk mempertahankan dan mengangkat kembali kekayaan seni dan budaya yang mempunyai nilai-nilai luhur yang melekat sebagai karakter dan ciri masyarakat jawa pada umumnya  dari  masa lalu, kini dan masa datang.   Wayang kulit ini diharapkan dapat dijadikan sebagai stimulasi bagi dunia usaha untuk memanfaatkan event ini sebagai ajang untuk berpromosi dan sekaligus turut berpartisipasi dalam mempertahankan nilai-nilai sejarah, seni dan budaya. (Dermaga-244-Slamet Winarto, S.Pd)

No comments:

Post a Comment