Cerpen "Namamu Mentrik"



Namamu Mentrik

Mentrik, ya namamu Mentrik. Nama yang  disebut dari bibir mungil  saat pertama kali berjabat tangan.  Dengan wajah tersipu  menyambut uluran tangan Wisnu sambil berkata lirih mengenalkan dirinya dengan menyebut nama “Mentrik..”  Wisnu gak pernah menyangka kalau akan bertemu dan mengenal Mentrik, Masih begitu terasa dalam ingatan Wisnu awal perkenalan itu yang akhirnya membuat mereka begitu dekat. Wisnu merasakan kehadiran Mentrik yang baru seumur jagung terasa seakan sudah mengenalnya begtu lama.  Tidak ada yang aneh apalagi yang begitu spesial.  Bagi Wisnu, sosok Mentrik telah member inspirasi-inspirasi baru dalam diri Wisnu.  Sosok Mentrik telah membuka mata hati Wisnu akan sebuah perjuangan hidup, kegigihan seorang wanita dalam menjalani sebuah kehidupan. Karena itulah Wisnu begitu menghormati sosok Mentrik sebagai seorang wanita.

Mentrik, ya namamu Mentrik. Yang sama-sama hanyut dalam alunan lagu utopian.  Lagu yang menyadarkan akan arti sebuah kehadiran saat rapuh datang, memberikan sebuah kekuatan untuk tetap dapat bertahan dalam menghadapi badai cobaan. Alunan lagu yang menggugah perasaan yang menjadikan mereka begitu dekat.

Mentrik, ya namamu Mentrik. Yang   beberapa waktu lalu, ketika sang rembulan memancarkan sinarnya penuh keindahan, angin bertiup begitu lembut mengiringi sebuah perjalanan, daun-daun di dedahanan bergerak seakan mengikuti irama, menikmati indahnya sinar bulan purnama.  Dimalam itu pula yang menyadarkan betapa indahnya ciptaan Tuhan. Wisnu hanya mengabadikan peristiwa itu  walaupun sebatas dalam angan yang melayang memaksa untuk ikut bahagia melalui simpul senyuman.
Mentrik, namamu Mentrik. Yang telah menorah cerita dihati Wisnu, manakala hawa dingin terasa begitu kuat saat tanpa sengaja pori-pori kulit bersentuhan.  Mentrik berkilah bukan karena grogi saat berhadapan dengan Wisnu tapi karena memang suhu udara yang terasa dingin.  Wisnu hanya tersentum melihat tingkah Mentrik dengan raut wajah memerah.

Yah, begitulah sekuntum kenangan yang ditorehkan di hati Wisnu, ketika menghabiskan waktu dibibir pantai. Mengurai semua bayang-bayang yang membuat tersenyum penuh keindahan.  Tak secuil pun bayangan itu terlewat dalam pikiran Wisnu.  Mentrik yang menjadi salah tingkah manakala Wisnu datang ke rumah dengan tiba-tiba dan Wisnu sempat meninggalkan setangkai melati putih di meja saat berpamitan pulang. Hal yang tak pernah di sangka oleh Mentrik. Kenangan itu menjadi pelipur hati ketika ingatan itu tersibak wajah polos dan lugunya.

Mentrik. Ya namamu Mentrik. Yang tiba-tiba menjadi wanita yang paling istimewa, wanita yang telah menyita perhatian Wisnu dengan segudang pesona. Mentrik sosok wanita yang telah membuat banyak orang terkesima karena banyak perubahan yang terjadi pada diri Mentrik.  Apa yang dulunya menjadi hal yang menurut Mentrik menjadi ribet sebagai seorang wanita, berubah seratus delapan puluh derajat menjadi yang ia suka.  Mentrik yang semula tidak pernah memakai gaun, kini semua orang berdecak terheran-heran melihat keanggunan Mentrik dengan menggunakan gaun yang semakin membuat sosok Mentrik menjadi wanita yang sempurna dengan keanggunannya dan lebih feminim.

Pagi itu seperti hari-hari biasa, melalui celah jendela kamar Mentrik memandangi mentari yang telah bertenger di balik pegunungan.  Setelah membersihkan tubuh dari kelelahan malam Mentrik meninggalkan rumah untuk menjalani aktivitas di tempat kerjanya.  Dengan mendengarkan alunan musik-musik kesayangannya Mentrik menikmati indahnya suasana pagi itu yang masih menyisakan serpihan cahaya bulan purnama.  Sesekali Mentrik menoleh kebelakang mengintip dari kaca spion seakan mencari-cari sesuatu dengan penuh harap. Namun manakala Mentrik melirik kaca spion harapan itu menjadi sirna, karena tak ada sosok yang ia tunggu dan ia harapkan untuk bisa menemani dalam perjalanannya.  Mentrik menghelai nafas penuh kekecewaan.  Tapi, “aah.. biarlah toh setiap harinya memang harus mengawali aktivitas sendiri” tepis Mentrik dalam hari. Tapi hati kecil Mentrik tetap saja bertarung dengan harapan.  Harapan ada sosok Wisnu yang hadir untuk mengiringinya menuju tempat kerjanya.  Sampai tak terasa Mentrik sudah sampai di tempat kerjanya. Sekali lagi Mentrik mengambil nafas panjang menahan kekecewaan.  Baru saja Mentrik masuk ruangan kantor, Pak Sardi yang menjadi penjaga kantor datang menemuinya. “Mbak, ini tadi ada titipan surat untuk embak” kata Pak Sardi sambil menyerahkan amplop berwarna puttih.  “Kapan ini pak?” Tanya Mentrik. “Tadi pagi mbak ada yang mengantarnya kesini” jawab Pak Sardi yang terus meninggalkan Mentrik sebelum mengucapkan terima kasih.   Mentrik menatap amplop putih yang memang hanya bertulis untuk namanya tanpa ada nama pengirim yang jelas.  Mentrik masih tetap mengira-ira siapa gerangan yang telah mengirim amplop putih untuknya itu.  Dirabanya amplop itu dengan tanggannya, ada benda aneh yang ia rasakan yang ada didalam amplop itu.  Mentrik menjadi curiga dan semakin penasaran, sementara teman sekantornya yang ada di ruangannya terus menggodanya “Dari fans itu mbak… fans yang tersembunyi”, Mentrik tersenyum.  Akhirnya menjadi tidak  sabar lagi untuk segera membuka amplop itu.  Seketika Mentrik berteriak tertahan setelah melihat isi amplop itu, wajahnya berubah memerah jantungnya berdebar, sedikit kaget dan tak pernah menyangka.  Hatinya bergejolak penuh kegirangan dan seketika itu terselip kerinduan yang mendalam.  Surprise, ya sebuah surprise untuk Mentrik. “Apa mbak isinya?” Tanya teman-teman Mentrik yang juga penasaran, “Dari siapa Mbak?” mereka terus bertanya menggoda.  Mentrik tersenyum tertahan, sambil mengeluarkan isi amplopnya, “Isinya ini…” kata Mentrik pada temannya sambil mengeluarkan isi dari amplop putih itu, sebungku coklat kesukaan Mentrik. “Cieee.. tanda saying itu mbak..” goda teman-teman Mentik.  Tapi bukan, bukan karena coklatnya yang membuat Mentrik berbunga-bunga pagi itu, masih ada satu isi lagi yang ada dalam amplop itu, Mentrik berusaha untuk menutupi di depan teman-temannya.  Hanya Mentrik yang tahu, walaupun tanpa nama siapa yang mengirimnya namun dari isi amplop itu Mentrik menjadi tahu siapa yang telah mengirim amplop itu.  Wisnu  Ya, karena di amplop itu terisi setangkai Anggrek ungu, “siapa lagi kalau bukan dia” pikir Mentrik.  Tanpa menunggu lama, mentrik mengambil telpon selulernya untuk menelpon Wisnu. “Makasih atas kirimannya ya…” kata Mentrik yang terus dilanjutkan dengan obrolan lewat telpon seluler.  Pagi itu hati Mentrik menjadi berbunga-bunga seperti anggrek ungu yang dikirim dalam amplop yang masih segar mekar memancarkan keindahan. 

Dihari yang lain saat Mentrik meminta pada Wisnu untuk menemani di suatu acara, lagi-lagi Mentrik dibuat kaget dan berbunga-bunga.  Ketika Mentrik membonceng kendaraan Wisnu, dalam perjalanan Wisnu menyerahkan setangkai Anggrek Ungu yang begitu indah pada Mentrik.  Betapa senangnya Mentrik menerima bunga Anggrek Ungu, dari bibirnya yang mungil terucap kata “Makasiiyyyh…”.

Mentrik.  Ya namamu Mentrik.  Pagi itu Mentrik tidak langsung berangkat ke kantor, memang sengaja untuk berangkat agak siangan karena pagi itu Mentrik menuju ke rumah temannya terlebih dahulu untuk takziyah. Ya.. suami dari temannya meninggal dunia dengan meninggalkan satu anak.  Setelah memarkir kendaraan, Mentrik masuk ke rumah duka yang telah banyak para pelayat yang datang.  Agak lama Mentrik berada disitu karena tertahan dengan temannya yang terus menangis dalam pelukan Mentrik.  Setelah beberapa saat Mentrik berusaha untuk menenangkan pikiran temannya, Mentrik kemudian mohon pamit untuk pulang dan kembali ke kantor.  Mentrik berjalan ke arah kendaraannya yang di parkir. Tidak seperti saat pertama Mentrik memarkir Kendaraan tadi yang masih sepi.  Tapi karena para pelayat semakin bertambah akhirnya tempat dimana Mentrik memarkir kendaraan menjadi penuh kendaraan yang parkir.  Mentrik bingung, untunglah ada temannya yang membantu untuk mengeluarkan kendaraan Mentrik. Tapi seketika itu kebingungan Mentrik berubah menjadi kaget, ketika tiba-tiba temannya bilang “Mbak.. bungamu ini lho gak nguati!!!”  kata teman Mentrik sambil menunjuk di kaca spion.  Spontan Mentrik melihat spion itu, Mentrik kaget karena di kaca spion terselip setangkai bunga, lagi-lagi Bunga Anggrek Ungu.  Dengan cepat Mentrik mengambil bunga itu dan menyimpannya di dalam tas.  Mentrik tolah toleh, matanya menyapu bersih setiap orang yang ada di sekitar situ mencari seseorang diantara para pelayat.  Mentrik yakin kalau Wisnu ada di situ, dan Wisnulah yang menyelipkan bunga anggrek ungu itu.

Setelah sang surya mengubah dirinya menjadi senja, Mentrik memutuskan untuk kembali pulang ke rumah setelah seharian berkutat dengan pekerjaan yang tak ada habisnya di kantor.  Sesampai di rumah setelah usai melepaskan kepenatan dan membersihkan diri, Mentrik kelihatan segar kembali dengan aroma bedak talk yang ia taburkan di sekujur tubuhnya.  Ya itulah kebiasaan Mentrik setelah mandi, belum merasa nyaman kalau tak ada taburan bedak talk di tubuhnya.  Di teras rumahnya Mentrik duduk sambil membaca koran yang tak sempat ia baca seharian ini.  Tiba-tiba ia tersenyum sendiri, jelas sekali kalau saat membaca koran pikiran Mentrik tidak fokus pada berita Koran itu.  Pikiran Mentrik menerawang jauh, teringat akan kejadian-kejadian yang membuat ia tersenyum sendiri.  Kejadian pagi tadi mengingatkan mentrik pada kejadian pada hari-hari sebelumnya saat Mentrik berada di kantor, tiba-tiba Wisnu menghubunginya lewat telpon selulernya.  Wisnu bilang agar Mentrik segera memeriksa kaca spion pada kendaraannya yang di parkir di kantor.  Sedikit tidak percaya dan penuh tanda Tanya karena baru saja Mentrik menaruh kendaraanya dan kaca spion juga tidak ada tanda-tanda yang mencurigakan atau rusak.  Tapi Mentrik tetap melangkahkan kakinya memeriksa spion kendaraanya, Mentrik terkejut, di kaca spion terselip bunga anggrek ungu.  Mentrik bertanya-tanya, kapan bunga itu terselip.  Baru beberapa saat tak ada dalam hitungan menit saat kendaraan ia tinggalkan di tempat parkir bunga itu belum ada, tapi secepat itu bunga itu telah terselip di kaca spion. “Benar-benar seperti siluman” batin Mentrik yang tak tahu kapan Wisnu datang untuk menyelipkan bunga anggrek ungu dan pergi.  Kembali Mentrik tersenyum sendiri.  Pikirannya beralih pada kejadian lain.  Manakala pagi sebelum mandi Mentrik harus keluar rumah melangkahkan kaki ke mulut gang hanya untuk memastikan pesan singkat kalau Wisnu menaruh anggrek ungu di mulut gang.  Dan memang benar Mentrik mendapati anggrek ungu ada di jalanan mulut gang.  Pernah juga malam hari melalui pesan singkat kalau Wisnu mengirim anggrek ungu di depan pintu rumah.  Dengan mengendap-endap dan berhati-hati saat membuka pintu takut bapak ibunya terbangun, Mentrik keluar rumah dan memang Mentrik mendapati anggrek ungu di pintu gerbang rumah.

Mentrik. Ya namamu Mentrik. Yang tak lagi sendiri mengisi hari-hari dengan senja diantara deburan ombak samudra, mengisi episode-episode cerita yang tak pernah tahu kapan akan berakhir. Wisnu sosok yang tak pernah ada dalam bayangan Mentrik telah menghiasi berwarna-warni sebuah kisah yang selama ini tak pernah Mentrik jumpai. Menelusuri jalanan yang tak ada batas ujungnya, bercengkrama dipinggiran pantai berirama deburan ombak, menatap laut biru dalam sebuah harapan. Manakala purnama datang kerinduan menyelimuti hati untuk menikmati indahnya ciptaan Tuhan. Sementara di depan sana terbentang jalan-jalan terjal penuh batu dan jurang yang menganga, badai samudra yang menghantam dalam episode cerita lalu sedikit telah dapat untuk ditahannya.  Mentrik tak menyerah dengan keyakinan hatinya. Wisnu tak lagi ragu untuk terus melangkah.

Mentrik. Namamu Mentrik, adalah sebuah dermaga tempat dimana Wisnu menjejakkan kaki menambatkan jangkar perahu untuk berlabuh. Apa yang selama ini Wisnu kagumi membuatnya tersadar kalau dibalik awan hitam ditengah gelombang samudra yang bergulung diantara badai terselip keindahan laut biru di balik awan diantara batu-batu karang berhias bunga anggrek ungu dalam genggaman tangan.

Masih jelas dalam ingatan Wisnu, saat hujan deras ia petik setangkai anggrek ungu yang mekar dipekarangan rumah orang tanpa peduli hujan membuatnya basah. Masih terasa seakan baru kemarin saja melewati jalan-jalan rindang pepohonan. Kalau ngelantur seperti ini Wisnu hanya ingin mengisahkan tentang indahnya sepotong senja yang selalu baik-baik saja hanya untuk mengatakan bahwa ia telah mendapatkan serpihan bulan purnama melebur bersama ruang dan waktu yang mungkin akan menjadi sebuah sejarah.

Mentrik. Ya namamu Mentrik.  Itulah namamu.

#dermaga244#


No comments:

Post a Comment