KITAB NAGA
(Karya: Mas Wient)
Bagian 2 Episode 3
Ganapati
adalah sebuah kota kecil yang berada
di lereng pegunungan Argo. Dari segi kehidupan,
masyarakat di Ganapati tidak mengalami kekurangan walaupun rata-rata mereka adalah
petani maupun pedagang. Suasana tenang,
rukun dan damai selalu menghiasi kehidupan mereka, hal ini membuat orang-orang
yang yang datang ke sana menjadi betah berlama-lama. Ganapati sebagai kerajaan kecil yang mandiri
diperintah oleh seorang yang bijaksana yang dikenal dengan sebutan Lodra
Kencana, seorang laki-laki yang berusia 60 tahun, walaupun sudah menginjak usia tua namun
perawakannya masih terlihat gagah, wajahnya yang selalu berseri memancarkan
kearifan membuatnya selalu tampak muda, sementara istrinya Ambarwati merupakan
sosok wanita yang cantik jelita, usianya masih sangat muda sekitar 40 tahun,
kulitnya yang kuning langsat sangalah terawat dengan baik sehingga belum nampak
sedikitpun kerutan di kulitnya.
Dalam
menjaga keamanan wilayah Ganapati, Lodra Kencana mengangkat Raden Sabu sebagai pucuk pimpinan keamanan,
semenjak itu semakin nampak bahwa Ganapati merupakan kerajaan kecil yang tak
pernah tersentuh oleh tangan-tangan jahat, bahkan para pejabat yang semula
mementingkan diri sendiri untuk memperbesar perut dengan mengumpulkan harta
dari rakyat secara tidak halal kini harus berfikir dua kali. Bukan semata-mata mereka takut pada Lodra
Kencana tetapi justru rasa segan bila berhadapan dengan Raden Sabu yang selalu
menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan. Kehadiran Raden Sabu di Ganapati sangatlah
menguntungkan rakyat yang selalu selama ini tertindas, tak aneh kalau rakyat
Ganapati sangat mencintai, menghormati, dan menganggap Raden Sabu sebagai
pahlawan dan pelindung mereka.
Raden Sabu adalah seorang laki-laki
berusia kurang lebih empat puluh lima tahun, perawakannya tinggi dan kurus
dengan kulit putih bersih, wajahnya sederhana dengan senyuman yang selalu
menghiasi bibirnya. Dalam usia yang
menjelang tua masih sangat jelas terlihat kegagahannya. Dia hidup bersama istrinya yang bernama
Anjarmanik. Mereka telah dikaruniai sepuluh
anak, dua diantaranya perempuan dan satu dari kesepuluh anaknya meninggal saat
masih bayi. Raden Sabu selalu menanamkan
sifat kemandirian pada anak-anaknya, tak heran pada usia remaja anak-anaknya
telah melakukan perjalanan untuk merantau mencari ilmu di negeri orang. Anak pertama seorang laki-laki yang berusia
tiga puluh tahun, perawakannya tinggi dan kurus seperti ayahnya, saat usianya
lima belas tahun dia sudah merantau mencari ilmu dan pengetahuan bahkan sepak
terjangnya memerangi kejahatan sangat menggetarkan dunia persilatan, tak salah kalau sang ayah memberi nama
Wira. Anak kedua Raden Sabu adalah
Anjani, seorang wanita cantik yang
lembut, namun dibalik itu dia juga mempunyai sifat yang keras, lincah, berani
dan tegar. Ilmu silatnya tidak terlalu
tinggi karena dia lebih suka mendalami olah kebatinan dan rasa, usianya hanya selisih dua tahun dengan kakaknya. Saat usia remaja Anjani mengikuti pamannya ke
Mataram yang sekaligus juga sebagai gurunya, tiga tahun Anjani digembleng
dengan ilmu-ilmu kebatinan. Sedangkan
adiknya Anjani, anak ketiga Raden Sabu yang bernama Pitaloka juga seorang
wanita dengan wajah yang lembut, kulitnya kuning langsat, pada hidungnya
terdapat hiasan tahi lalat. Berbeda
dengan kakaknya, Pitaloka lebih tertarik
pada ilmu perekonomian. Putra keempat
Raden Sabu meninggal saat masih bayi.
Putra kelima seorang laki-laki dengan perawakan sedang, hidungnya
mancung, kulitnya hitam manis, ibarat dalam pewayangan dia seperti tokoh Arjuna
yang digambarkan sebagai sosok yang lemah lembut tetapi mempunyai kesaktian
yang hebat, mungkin karena terbawa dari namanya, Bayu yang artinya air. Usianya baru dua puluh tahun dan olah olah
kanuragannya tidak bisa dipandang sebelah mata, diusia yang masih muda, Bayu
melangkahkan kakinya di tanah Jenggala.
Putra keenam juga laki-laki, tetapi yang ini lain dari
saudara-saudaranya, tubuhnya jangkung, mukanya sedikit lonjong dengan rambut
sedikit mengombak, walau masih sangat muda kumis, jambang dan kenggotnya tumbuh
subur menghiasi wajahnya, sifatnya pendiam.
Dalam ilmu silat dia masih tertinggal jauh dengan
saudara-saudaranya, Purnama itulah nama
yang diberikan karena lahir bertepatan saat bulan purnama. Putra ketujuh Raden Sabu adalah Wisnu,
laki-laki yang tidak teralu tinggi, dengan hidungnya yang mancung, kulitnya sawo matang, dia yang paling cerdas
diantara saudara-saudaranya yang lain, tak aneh dalam usia yang masih sangat
remaja namanya telah mewarnai di dunia persilatan. Adiknya lagi adalah Praditya, seorang
laki-laki jangkung yang mempunyai sifat keras, kemampuan ilmu silatnya tidak
begitu tinggi hanya saja tenaga dalam yang dia kuasai mendekati sempurna. Anak kesembilan adalah Wijaya, bocah yang baru
berusia tujuh tahun tetapi telah memiliki sifat lembut penuh kewibawaan. Dan
anak yang terakhir adalah Pradipa yang baru berumur lima tahun, tubuhnya padat
berisi dengan garis-garis wajah yang
kalem, sorot matanya tajam menggambarkan bahwa ia memiliki karisma yang tinggi. Itulah sekelumit cerita tentang keluarga Raden
Sabu. “Kacang Ora Ninggal Lanjaran”
pepatah jawa mengatakan demikian, didikan
orang tua pada anak-anaknya akan terus membekas pada diri sang anak. Kalau orang berpandangan bahwa banyak anak
banyak rejeki juga tak ada salahnya.
Tergantung dari kemampuan orang tua untuk mendidik anak-anaknya, keberhasilan orang tua dapat terlihat pada
bagaimana anak menerima didikan yang sekaligus juga sebagai hasil akhir. Disitulah letak kebahagiaan orang tua
walaupun semua itu tidak pernah bisa lepas dari lingkungan yang selalu
mempengaruhi jiwa sang anak. Jadi bukan
suatu pangkat atau kedudukan bahkan harta yang mencerminkan keberhasilan orang
tua melainkan budi pekerti yang baiklah yang dapat kita pakai untuk mengukur
keberhasilan orang tua dalam mendidik anak-anaknya.