Wednesday, February 7, 2018

Kitab Naga Bagian 2 Episode 3


KITAB NAGA
(Karya: Mas Wient)
Bagian 2 Episode 3



Ganapati adalah sebuah kota kecil  yang berada di lereng pegunungan Argo.  Dari segi kehidupan, masyarakat di Ganapati tidak mengalami kekurangan walaupun rata-rata mereka adalah petani maupun pedagang.  Suasana tenang, rukun dan damai selalu menghiasi kehidupan mereka, hal ini membuat orang-orang yang yang datang ke sana menjadi betah berlama-lama.  Ganapati sebagai kerajaan kecil yang mandiri diperintah oleh seorang yang bijaksana yang dikenal dengan sebutan Lodra Kencana, seorang laki-laki yang berusia 60 tahun,  walaupun sudah menginjak usia tua namun perawakannya masih terlihat gagah, wajahnya yang selalu berseri memancarkan kearifan membuatnya selalu tampak muda, sementara istrinya Ambarwati merupakan sosok wanita yang cantik jelita, usianya masih sangat muda sekitar 40 tahun, kulitnya yang kuning langsat sangalah terawat dengan baik sehingga belum nampak sedikitpun kerutan di kulitnya.   
Dalam menjaga keamanan wilayah Ganapati, Lodra Kencana mengangkat  Raden Sabu sebagai pucuk pimpinan keamanan, semenjak itu semakin nampak bahwa Ganapati merupakan kerajaan kecil yang tak pernah tersentuh oleh tangan-tangan jahat, bahkan para pejabat yang semula mementingkan diri sendiri untuk memperbesar perut dengan mengumpulkan harta dari rakyat secara tidak halal kini harus berfikir dua kali.  Bukan semata-mata mereka takut pada Lodra Kencana tetapi justru rasa segan bila berhadapan dengan Raden Sabu yang selalu menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan.  Kehadiran Raden Sabu di Ganapati sangatlah menguntungkan rakyat yang selalu selama ini tertindas, tak aneh kalau rakyat Ganapati sangat mencintai, menghormati, dan menganggap Raden Sabu sebagai pahlawan dan pelindung mereka.
            Raden Sabu adalah seorang laki-laki berusia kurang lebih empat puluh lima tahun, perawakannya tinggi dan kurus dengan kulit putih bersih, wajahnya sederhana dengan senyuman yang selalu menghiasi bibirnya.  Dalam usia yang menjelang tua masih sangat jelas terlihat kegagahannya.  Dia hidup bersama istrinya yang bernama Anjarmanik.  Mereka telah dikaruniai sepuluh anak, dua diantaranya perempuan dan satu dari kesepuluh anaknya meninggal saat masih bayi.  Raden Sabu selalu menanamkan sifat kemandirian pada anak-anaknya, tak heran pada usia remaja anak-anaknya telah melakukan perjalanan untuk merantau mencari ilmu di negeri orang.  Anak pertama seorang laki-laki yang berusia tiga puluh tahun, perawakannya tinggi dan kurus seperti ayahnya, saat usianya lima belas tahun dia sudah merantau mencari ilmu dan pengetahuan bahkan sepak terjangnya memerangi kejahatan sangat menggetarkan dunia persilatan,  tak salah kalau sang ayah memberi nama Wira.  Anak kedua Raden Sabu adalah Anjani,  seorang wanita cantik yang lembut, namun dibalik itu dia juga mempunyai sifat yang keras, lincah, berani dan tegar.  Ilmu silatnya tidak terlalu tinggi karena dia lebih suka mendalami olah kebatinan dan rasa,  usianya hanya selisih dua tahun dengan kakaknya.  Saat usia remaja Anjani mengikuti pamannya ke Mataram yang sekaligus juga sebagai gurunya, tiga tahun Anjani digembleng dengan ilmu-ilmu kebatinan.  Sedangkan adiknya Anjani, anak ketiga Raden Sabu yang bernama Pitaloka juga seorang wanita dengan wajah yang lembut, kulitnya kuning langsat, pada hidungnya terdapat hiasan tahi lalat.  Berbeda dengan kakaknya,  Pitaloka lebih tertarik pada ilmu perekonomian.  Putra keempat Raden Sabu meninggal saat masih bayi.     Putra kelima seorang laki-laki dengan perawakan sedang, hidungnya mancung, kulitnya hitam manis, ibarat dalam pewayangan dia seperti tokoh Arjuna yang digambarkan sebagai sosok yang lemah lembut tetapi mempunyai kesaktian yang hebat, mungkin karena terbawa dari namanya, Bayu yang artinya air.  Usianya baru dua puluh tahun dan olah olah kanuragannya tidak bisa dipandang sebelah mata, diusia yang masih muda, Bayu melangkahkan kakinya di tanah Jenggala.  Putra keenam juga laki-laki, tetapi yang ini lain dari saudara-saudaranya, tubuhnya jangkung, mukanya sedikit lonjong dengan rambut sedikit mengombak, walau masih sangat muda kumis, jambang dan kenggotnya tumbuh subur menghiasi wajahnya, sifatnya pendiam.  Dalam ilmu silat dia masih tertinggal jauh dengan saudara-saudaranya,  Purnama itulah nama yang diberikan karena lahir bertepatan saat bulan purnama.  Putra ketujuh Raden Sabu adalah Wisnu, laki-laki yang tidak teralu tinggi, dengan hidungnya yang mancung,  kulitnya sawo matang, dia yang paling cerdas diantara saudara-saudaranya yang lain, tak aneh dalam usia yang masih sangat remaja namanya telah mewarnai di dunia persilatan.  Adiknya lagi adalah Praditya, seorang laki-laki jangkung yang mempunyai sifat keras, kemampuan ilmu silatnya tidak begitu tinggi hanya saja tenaga dalam yang dia kuasai  mendekati sempurna.  Anak kesembilan adalah Wijaya, bocah yang baru berusia tujuh tahun tetapi telah memiliki sifat lembut penuh kewibawaan. Dan anak yang terakhir adalah Pradipa yang baru berumur lima tahun, tubuhnya padat berisi  dengan garis-garis wajah yang kalem, sorot matanya tajam menggambarkan bahwa ia memiliki karisma yang tinggi.  Itulah sekelumit cerita tentang keluarga Raden Sabu.  “Kacang Ora Ninggal Lanjaran” pepatah jawa mengatakan demikian,  didikan orang tua pada anak-anaknya akan terus membekas pada diri sang anak.  Kalau orang berpandangan bahwa banyak anak banyak rejeki juga tak ada salahnya.  Tergantung dari kemampuan orang tua untuk mendidik anak-anaknya,  keberhasilan orang tua dapat terlihat pada bagaimana anak menerima didikan yang sekaligus juga sebagai hasil akhir.  Disitulah letak kebahagiaan orang tua walaupun semua itu tidak pernah bisa lepas dari lingkungan yang selalu mempengaruhi jiwa sang anak.  Jadi bukan suatu pangkat atau kedudukan bahkan harta yang mencerminkan keberhasilan orang tua melainkan budi pekerti yang baiklah yang dapat kita pakai untuk mengukur keberhasilan orang tua dalam mendidik anak-anaknya.

💕💕 Sabar Ya... Yuuk Ikuti Ke Episode Selanjutnya💕💕
Klik Bagian 2 Episode4

No comments:

Post a Comment