KITAB NAGA
(Karya: Mas Wient)
Bagian 2 Episode 8
Di kegelapan malam, tampak bayangan hitam berlompatan dari
atap rumah ke rumah yang lain, gerakannya sangat ringan dan lincah menunjukkan
bahwa bayangan itu mempunyai ilmu meringankan tubuh yang sangat tinggi. Bayangan itu terus melompat-lompat menuju
rumah Juragan Karta. Dengan hati-hati bayangan itu menyelinap dari atap rumah,
kelihatanya bayangan itu sudah menguasai dan faham betul dengan ruangan-ruangan
dalam rumah itu, sehingga dengan mudah bayangan it uterus menyelinap tanpa
mengeluarkan suara sedikitpun. Dari
dalam rumah terdengar suara tawa yang sangat keras.
“Celaka!” guman
bayangan hitam itu yang dapat melihat dengan jelas asal suara tawa tadi. Memang di dalam ruangan itu ada beberapa
orang antara lain Iblis dari Utara, Iblis Penyebar Maut, Sepasang Iblis dan
seorang perempuan yang tak lain adalah Dewi Kematian yang tadi mengaku sebagai
istri dari Juragan Karta pada Caraka. Rupanya setelah pertarungannya dengan Ki
Suryo dengan mengalami luka dalam yang cukup hebat Dewi Kematian berlari
meninggalkan arena pertempuran dan bersembunyi di kediaman Juragan Karta,
di sinlah Dewi Kematian mendapat pengobatan dari golongannya datuk-datuk dunia
sesat. Mereka semua adalah tokoh-tokoh
golongan hitam. Seperti telah
diceritakan di depan bahwa datuk-datuk sesat itu akan mencoba menguasai Kota
Kanoman dan sekaligus untuk mencari sebuah Kitab yang berisi ilmu langka di mana kitab itu telah hilang ratusan tahun
silam dan kini mulai ramai dibicarakan oleh tokoh-tokoh persilatan.
“Mari kawan kita bersulang untuk kemenangan pertama ini”
kata Iblis dari Utara diikuti gelak tawa teman-temannya.
“Kita tinggal menunggu waktu untuk menghancurkan Sabu yang
sok suci itu” sahut Iblis Penyebar Maut, “Dia sebagai penghalang kita”
lanjutnya.
“Kita harus menghancurkan keluarga Sabu satu demi satu”
Kata Iblis dari Utara
“Hee..hee..hee.. rupanya kau tidak bernyali menghadapi
keluarga Sabu” ejek Sepasang Iblis pada Iblis dari Utara, tawanya
terkekeh-kekeh.
“Badebah, kau meremehkan aku si kembar jelek!” balas Iblis dari Utara, hanya panas mendengar
ejekan temannya, “Seluruh keluarga Sabu maju serentakpun aku tak akan mundur”
“Aiiih, sesama temanpun kalian membuat panas.. “cegah Dewi
Kematian dengan suara manja, “Kita harus mencari jalan kemenangan”
“Besok pagi adalah kematian Sabu, kalian tahu rencanaku….?”
Kata Iblis Penyebar Maut
“Apaaa?!” Tanya
kawan-kawanya serentak.
“Besok pagi Caraka akan menghantar barang ke Kota Raja,
barang itu adalah peti-peti yang berisi mayat para pembesar yang telah kita
binasakan” jelas Iblis Penyebar Maut.
“Bagaimana Sabu bisa mampus kalau hanya Caraka
menghantarkan mayat itu?” Tanya Sepasang Iblis.
“Kau dungu, di dalam peti-peti yang berisi mayat itu kita
letakkan peledak, sehingga kita tinggal menunggu waktu, karena saat dibuka,
peti itu akan meledak dan Sabu akan ikut hancur” jelas Iblis Penyebar Maut
dengan yakin.
“Kau meremehkan Sabu sobat…” kata Dewi Kematian
“Kalian ragu, bagaimana kalau Sabu bisa lolos?” Tanya Iblis
Penyebar Maut, semuanya mengangguk.
“Kalau Sabu bisa lolos, tentu semua orang kan mengira bahwa
Sabulah yang bertanggungjawab atas kematian para pembesar itu” jelas Iblis
Penyebar Maut dengan penuh keyakinan.
“Heee..hee.. pantas dengan julukanmu Iblis Penyebar Maut
yang hanya menyebarkan fitnah” Iblis dari Utara menganguk-angguk.
“Hiii…hiii…hiii…. dasar
otak Iblis” maki Dewi Kematian
dengan suara yang menggemaskan.
“Hahaha…Sang Dewi yang sedang galau, harusnya malam ini
kamu bisa bersenang-senang dengan Caraka”
sindir Iblis Penyebar Maut.
Mendapat sindiran seperti itu Dewi Kematian menjadi gusar, “Dasar si tua
Bangka Karta, coba kalau tadi Caraka minum ramuanku akan bertekuk lutut” ujar
Dewi Kematian gusar, “Aku sudah terlanjur membayangkan bagaimana
bercinta dengan pemuda gagah itu” ungkapnya tanpa rasa risih sedikitpun. Ternyata apa yang dialami Caraka siang tadi
adalah akal-akalan dari Dewi Kematian dengan menyuguhkan minuman yang telah
dicampuri Racun Penarik Sukma. Racun ini
sangatlah kuat untuk membangkitkan gairah dan nafsu serta membuat si peminum
menjadi terpikat saat itu juga saat melihat Dewi Kematian. Dan mungkin kalau saja Caraka sempat meneguk
minuman itu maka yang akan terjadi adalah jiwa Caraka akan melayang dalam
ikatan gairah dan nafsu, tentunya Dewi
Kematian akan dengan mudah mempermainkan Caraka sekehendak hatinya untuk
memuaskan hasratnya.
Para datuk-datuk sesat melanjutkan pembicaraan dengan
panjang lebar yang kadang diiringi dengan tawa tanpa menyadari kalau di balik
itu sepasang mata dan telinga telah terpasang mendengarkan percakapan
mereka. Bayangan hitam yang dari tadi
terus mendengarkan pembicaraan Nampak menarik nafas panjang, dia sangat
terkejut terhadap rencana keji yang akan dijalankan oleh kelompok golongan
sesat itu. Dengan berhati-hati bayangan
hitam itu melompat meninggalkan rumah Juragan Karta. Langkahnya sangat ringan bagaikan seekor
burung yang terbang dia mudah menghilang di kegelapan malam. Kalau bukan orang berkepandaian tinggi tentu
tidak dapat melakukan ini, apalagi yang diintai adalah para datuk yang mempunyai
ilmu kepandaian cukup tinggi. Para datuk
itu saja tidak bisa menangkap suara gerak langkahnya.
Saat ayam
berkokok, Caraka telah melangkahkan kakinya menuju rumah Juragan Karta. Itulah watak dan sifat dari seorang pendekar
yang selalu menepati janjinya, karena itulah oleh para langgan yang menggunakan
jasa Caraka merasa senang dan puas atas pelayanan yang diberikan Caraka
sehingga usaha ekspedisi Caraka semakin lama semakin berkembang pesat. Kali ini Caraka bersama empat orang anak
buahnya dengan mengendarai kereta kuda.
“Hee..hee..hee..kau sangat tepat Caraka” kata Juragan Karta
yang menyambut kedatangan Caraka dengan empat orang anak buahnya.
“Terima kasih Juragan, apakah Juragan Karta baik-baik
saja?” balas Caraka sambil melontarkan pertanyaan. Juragan Karta Nampak tersipu dan
menyembunyikan perasaanya, ia hanya tersenyum kecut.
“Barangnya sudah siap, tinggal mengangkut saja” kata
Juragan Karta sambil memperlihatkan lima buah peti yang telah dikemas dan siap
untuk diangkut. “Silahkan..” Caraka
memberi komando pada anak buahnya untuk segera mengangkat dan memindahkan
peti-peti itu ke atas kereta kudanya. Tak lama kemudian semuanya telah berada
di atas kereta kuda dan siap untuk berangkat.
“Caraka, aku yakin kamu akan berhasil menjaga dirimu” kata
Juragan Karta mengandung sebuah peringatan, “Berhati-hatilah dan jaga dirimu
baik-baik”.
“Terimakasih Juragan, saya terus berangkat dan juga Juragan
harus berhati-hati dalam menjaga diri” jawab Caraka membalas kecemasan Juragan
Karta. Kereta kuda yang mengangkut lima
peti dengan lima orang penunggang mulai perlahan bergerak berjalan meninggalkan
kediaman Juragan Karta.
πΊπΊ Masih bersambung ke episode 9 πΊπΊ