KITAB NAGA
(Karya: Mas Wient)
Bagian 2 Episode 6
“Trang…trang…trang…traang…”
terdengar begitu nyaring benturan pedang yang sedang beradu. Suara itu begitu keras yang berasal dari
sebuah pertarungan satu lawan satu.
“Hiyaaaat ….” Teriak salah seorang dari mereka dengan melancarkan
serangan pada lawannya. Seorang wanita dengan tubuh langsing, padat berisi sehingga lekuk tubuhnya sangatlah jelas, pada dadanya sedikit menonjol dengan kencang, kulitnya yang putih bersih dapat terlihat dari pantulan raut wajahnya yang bulat, matanya tidak terlalu lebar,
hidungnya kecil mungil dengan bibir merekah.
Kalau melihat mungkin orang akan mengira kalau dia berusia di bawah tiga
puluh tahunan, karena kepandaiannya dalam merawat tubuh dan sering minum ramuan
jamu sehingga dia tampak muda padahal usianya sudah empat puluh lima
tahun. Dia adalah Dewi Kematian. Sebuah julukan yang terkesan sangat
mengerikan dan membuat bulu roma berdiri saat mendengarnya. Memang sebutan itu sangatlah pantas, karena
setiap kali dia muncul selalu saja ada korban-korban yang mati dengan tubuh
telanjang, dada terbelah tanpa jantung.
Rata-rata yang menjadi korban adalah pemuda-pemuda tampan. Itulah kepuasan Dewi Kematian, setiap kali
mendapat mangsa atau menemukan pria-pria yang memenuhi seleranya, dia mengajak
berkencan, bercumbu dan bercinta sepuas hatinya, tetapi setelah kepuasan itu
dapat diperolehnya dengan kejamnya Dewi Kematian menikam pria itu dengan
pedangnya kemudian membelah dadanya dan mengambil organ jantungnya. Kanon jantung yang diambil itu untuk
digunakan sebagai ramuan obat awet mudanya.
Sungguh sangat mengerikan dan menjijikkan. Entah sudah berapa banyak pria yang menjadi
korban kebiadaban dan keganasannya, kecantikannya itulah sebagai pemikat.
Sedangkan yang menjadi lawan bertarung Dewi Kematian saat ini
adalah seorang laki-laki berusia sekitar lima puluh lima tahun, tubuhnya sedang
tidak terlalu gemuk, kepalanya tertutup sorban putih dengan baju yang serba
putih, kumisnya juga putih demikian pula jenggotnya yang telah memutih tampak
panjang sampai dada tetapi giginya masih kuat dan tersusun rapi.
“Iblis betina, hari ini adalah hari kematianmu…!” umpat
laki-laki itu dengan nada marah, dialah Ki Suryo.
“Hee heee..heee..heee..” jangan takabur Ki” balas Dewi
Kematian dengan berlompatan menghindari serangan Ki Suryo. Sudah seratus jurus lebih telah berlalu
tetapi belum terlihat mana yang lebih unggul, keduanya mempunyai kepandaian
yang seimbang.
“Iblis babon, aku akan mencincang kau seperti apa yang kau
lakukan pada anakku!” Ki Suryo terus mengeluarkan kata-kata makian dengan
melancarkan serangan-serangan mematikan.
Memang kemarahannya sudah memuncak, api dendam yang ada dalam hati Ki
Suryo terus berkobar terlebih saat Ki Suryo teringat akan nasib anaknya yang
semata wayang telah menjadi korban kebiadaban Dewi Kematian. Inilah saatnya untuk menuntut balas.
“Ternyata kaupun
kuat juga Ki” kata Dewi Kematian,
“Pantas anakmu pun sangat menggairahkan sekali”
kata-kata mesum keluar dari mulut mungil Dewi Kematian, Ki Suryo semakin
marah, tubuhnya melayang dengan
melakukan tendangan ke arah Dewi Kematian.
“Praaak….” Saat melihat serangan datang, Dewi Kematian segera melompat
dengan memutar tubuhnya sehingga serangan Ki Suryo hanya mampu menghantam pohon
sampai roboh, dapat dibayangkan kalau saja serangan itu mengenai tubuh Dewi
Kematian tentu sangatlah tragis nasibnya.
“Tendanganmu hebat Ki, sayang hanya mampu menghancurkan
pohon kering!” ejek Dewi Kematian, “Sambutlah seranganku Ki…!” Dewi Kematian
mencelat ke arah Ki Suryo, tendangan beruntun dengan kecepatan yang luar biasa
di lancarkan ke arah Ki Suryo, nampaknya Ki Suryo sangatlah kerepotan
mendapatkan serangan seperti itu. Ki
Suryo hanya berlompatan untuk menghindar, sesekali meliukkan tubuhnya ke kanan
dan ke kiri. Ki Suryo dapat menggagalkan serangan itu walaupun sangat repot
sekali, tetapi alangkah terkejutnya Ki Suryo saat Dewi Kematian secara
tiba-tiba melakukan pukulan dengan tendangan, Ki Suryo dapat menduga kalau
serangan itu bukanlah serangan
sembarangan melainkan serangan yang sangat mematikan dengan menggunakan kekuatan
tenaga dalam yang sangat ampuh.
Sebelum serangan itu mengenai sasaran, Ki Suryo telah mengalirkan hawa
murni ke seluruh tubuhnya. “Desss…”
benturan itu tak dapat untuk dihindari lagi, dua tenaga dalam saling beradu, Ki
Suryo terpental beberapa langkah ke belakang, sedangkan Dewi Kematian
terpelanting dengan mengeluarkan darah segar dari bibirnya yang mungil.
“Uuugh…” keluh Dewi
Kematian tertahan, ia berusaha untuk berdiri, ia merasakan tubuhnya nyeri
seakan tulangnya remuk. Dewi Kematian
mengalami luka dalam yang cukup berat.
Sementara Ki Suryo telah berdiri seakan tidak mengalami luka sedikitpun,
bibirnya masih tersenyum mengejek.
“Ki, tenagamu hebat sekali” kata Dewi Kematian sambil
meringis menahan rasa sakit yang amat sangat dan sesak pada dadanya. “Kali ini aku mengaku kalah, tapi kelak aku
akan mencarimu” selesai mengucapkan kata-kata itu Dewi Kematian membalikkan
tubuhnya dan melesat pergi dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh yang
sempurna. Ki Suryo bermaksud untuk
mengejarnya, tapi baru beberapa langkah, “Uugh..ugh..” darah hitam keluar dari
mulut Ki Suryo. Rupanya luka-luka yang
dialami Ki Suryo lebih parah dibandingkan dengan luka yang dialami Dewi
Kematian. Kalau saja Dewi Kematian tidak
lari dan melanjutkan pertarungan mungkin Dewi Kematianlah yang berada di atas
angin untuk merobohkan Ki Suryo.
Memang saat Dewi Kematian mencoba untuk bangkit, Ki Suryo tidak
melakukan serangan balik karena Ki Suryo tahu kalau luka yang dideritanya
sangatlah hebat sehingga kalau dia nekad untuk melakukan serangan tentu sangat
membahayakan jiwanya, walaupun Dewi Kematian juga telah terluka tapi dalam hati
Ki Suryo juga mengakui kalau sebenarnya kepandaian yang ia miliki masih kalau
jauh di bawah Dewi Kematian. Untunglah
dengan menahan rasa sakitnya Ki Suryo dapat berdiri tegak sehingga Dewi
Kematian tidak menyangka kalau Ki Suryo juga mengalami luka dalam yang lebih
parah. Tak dapat dibayangkan kalau Dewi
Kematian masih melakukan serangan pada Ki Suryo.
Ki Suryo duduk bersila di bawah pohon yang rindang untuk
mengerahkan hawa murninya, matanya terus terpejam dengan memusatkan
konsentrasinya, secara perlahan hawa murni yang telah terkumpul dia salurkan ke
seluruh tubuhnya. Badanya mulai basah
oleh keringat.
👀👀👀 Ikuti terus Klik Bagian 2 Episode 7 👀👀👀
No comments:
Post a Comment