Tuesday, June 27, 2023

Kurikulum Merdeka

 

Capaian Pembelajaran  Kurikulum Merdeka


Kurikulum Merdeka terbaru 2023 kini telah banyak dipublikasikan dan  dijadikan contoh bagi madrasah pelaksana kurikulum merdeka. Tiga istilah bari dalam kurikulum merdeka yang sebelumnya disebut sebagai Kompetensi Dasar, silabus dan RPP pada Kurikum 2013, kini dalam Kurikulum Merdeka disebut dengan TP, ATP danModul Ajar.

Sehingga dapat di katakana bahwa TP, ATP, CP dan Modul  Ajar merupakan kumpulan dokumen terkait TP (Kompetensi Dasar), Silabus (ATP), dan Modul Ajar (RPP) pada jenjang MI, MTs dan MA/MAK yang mengimplementasikan kurikulum merdeka.

Pada madrasah tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah, jenis  mata pelajaran yang mengimplementasikan kurikulum merdeka merupakan suatu mata pelajaran, dimana prosedur implementasinya diatur oleh Kementerian Agama RI.

Baca:  Buku Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) pada Madrasah

Dalam Tujuan Pembelajaran (TP) pada jenjang MI, MTs dan MA meliputi komponen-komponen sebagai berikut; Elemen, Capaian Pembelajaran, lingkup materi, dan tujuan pembelajaran.

Namun berbeda dengan mata pelajaran PAI lainnya, pelajaran SKI pada jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI) dimulai pada kelas 3 (Fase B), sehingga SKI pada jenjang MI tidak memiliki Fase A. Kemudian pada SKI Fase C adalah kelas V, dan SKI fase D untuk kelas 6 MI.

Kurikulum Merdeka merupakan paradigm baru dalam dunia pendidikan di Indonesia, kurikulum ini berfokus pada materi esensial dengan tujuan untuk mengasah minat dan bakat peserta didik sejak dini. Dengan diterapkannya kurikulum merdeka ini, diharapkan peserta didik punya cukup waktu untuk fokus pada pencapaian materi tertentu dan mengembangkannya.

Dalam artikel ini, admin dermaga244 dan  mtsn2rembang.sch.id  akan memberikan link unduh untuk Bapak/Ibu guru MI. MTs dan MA sebagai referensi dalam penyusunan perangkat pembelajaran Kurikulum Merdeka dalam tahun pelajaran 2023/2024

Semoga dapat membantu memperingan tugas Bapak/Ibu guru dalam mempersiapkan perangkat mengajar sebagai salah satu bentuk tugas dan kuwajiban  dalam menyusun perencanaan pembelajaran di tahun pelajaran 2023/2024.

Silahkan pilih dan unduh File  disini:

Perangkat  Ajar Transisi PAUD-SD  DOWNLOAD

CP Pendidikan Khusus terbaru Baca dan Download DI SINI

CP PAUD terbaru baca dan download DI SINI

CP SMK terbaru baca dan download DI SINI 

CP Pendidikan Kesetaraan terbaru, baca dan download DI SINI

CP SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA terbaru silahkan baca dan Download DI SINI 

Modul Ajar PAUD, silahkan baca dab Download DI SINI

Perhatian:

Untuk Modul Ajar terbaru 2023 silahkan baca dan Download  DI SINI.


Tuesday, November 13, 2018

Kitab Naga Bagian 2 Episode 8

KITAB NAGA
(Karya: Mas Wient)
Bagian 2 Episode 8


Di kegelapan malam, tampak bayangan hitam berlompatan dari atap rumah ke rumah yang lain, gerakannya sangat ringan dan lincah menunjukkan bahwa bayangan itu mempunyai ilmu meringankan tubuh yang sangat tinggi.  Bayangan itu terus melompat-lompat menuju rumah Juragan Karta. Dengan hati-hati bayangan itu menyelinap dari atap rumah, kelihatanya bayangan itu sudah menguasai dan faham betul dengan ruangan-ruangan dalam rumah itu, sehingga dengan mudah bayangan it uterus menyelinap tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.  Dari dalam rumah terdengar suara tawa yang sangat keras.

“Celaka!”  guman bayangan hitam itu yang dapat melihat dengan jelas asal suara tawa tadi.  Memang di dalam ruangan itu ada beberapa orang antara lain Iblis dari Utara, Iblis Penyebar Maut, Sepasang Iblis dan seorang perempuan yang tak lain adalah Dewi Kematian yang tadi mengaku sebagai istri dari Juragan Karta pada Caraka. Rupanya setelah pertarungannya dengan Ki Suryo dengan mengalami luka dalam yang cukup hebat Dewi Kematian berlari meninggalkan arena pertempuran dan bersembunyi di kediaman Juragan Karta, di sinlah Dewi Kematian mendapat pengobatan dari golongannya datuk-datuk dunia sesat.   Mereka semua adalah tokoh-tokoh golongan hitam.  Seperti telah diceritakan di depan bahwa datuk-datuk sesat itu akan mencoba menguasai Kota Kanoman dan sekaligus untuk mencari sebuah Kitab yang berisi ilmu langka  di mana kitab itu telah hilang ratusan tahun silam dan kini mulai ramai dibicarakan oleh tokoh-tokoh persilatan.

“Mari kawan kita bersulang untuk kemenangan pertama ini” kata Iblis dari Utara diikuti gelak tawa teman-temannya.

“Kita tinggal menunggu waktu untuk menghancurkan Sabu yang sok suci itu” sahut Iblis Penyebar Maut, “Dia sebagai penghalang kita” lanjutnya.

“Kita harus menghancurkan keluarga Sabu satu demi satu” Kata Iblis dari Utara

“Hee..hee..hee.. rupanya kau tidak bernyali menghadapi keluarga Sabu” ejek Sepasang Iblis pada Iblis dari Utara, tawanya terkekeh-kekeh.
“Badebah, kau meremehkan aku si kembar jelek!”  balas Iblis dari Utara, hanya panas mendengar ejekan temannya, “Seluruh keluarga Sabu maju serentakpun aku tak akan mundur”
“Aiiih, sesama temanpun kalian membuat panas.. “cegah Dewi Kematian dengan suara manja, “Kita harus mencari jalan kemenangan”
“Besok pagi adalah kematian Sabu, kalian tahu rencanaku….?” Kata Iblis Penyebar Maut
“Apaaa?!”  Tanya kawan-kawanya serentak.
“Besok pagi Caraka akan menghantar barang ke Kota Raja, barang itu adalah peti-peti yang berisi mayat para pembesar yang telah kita binasakan” jelas Iblis Penyebar Maut.
“Bagaimana Sabu bisa mampus kalau hanya Caraka menghantarkan mayat itu?” Tanya Sepasang Iblis.
“Kau dungu, di dalam peti-peti yang berisi mayat itu kita letakkan peledak, sehingga kita tinggal menunggu waktu, karena saat dibuka, peti itu akan meledak dan Sabu akan ikut hancur” jelas Iblis Penyebar Maut dengan yakin.
“Kau meremehkan Sabu sobat…” kata Dewi Kematian
“Kalian ragu, bagaimana kalau Sabu bisa lolos?” Tanya Iblis Penyebar Maut, semuanya mengangguk.
“Kalau Sabu bisa lolos, tentu semua orang kan mengira bahwa Sabulah yang bertanggungjawab atas kematian para pembesar itu” jelas Iblis Penyebar Maut dengan penuh keyakinan.
“Heee..hee.. pantas dengan julukanmu Iblis Penyebar Maut yang hanya menyebarkan fitnah” Iblis dari Utara menganguk-angguk. 
“Hiii…hiii…hiii…. dasar  otak Iblis”  maki Dewi Kematian dengan suara yang menggemaskan.
“Hahaha…Sang Dewi yang sedang galau, harusnya malam ini kamu bisa bersenang-senang dengan Caraka”  sindir Iblis Penyebar Maut.  Mendapat sindiran seperti itu Dewi Kematian menjadi gusar, “Dasar si tua Bangka Karta, coba kalau tadi Caraka minum ramuanku akan bertekuk lutut” ujar Dewi Kematian gusar, “Aku sudah terlanjur  membayangkan bagaimana bercinta dengan pemuda gagah itu” ungkapnya tanpa rasa risih sedikitpun.  Ternyata apa yang dialami Caraka siang tadi adalah akal-akalan dari Dewi Kematian dengan menyuguhkan minuman yang telah dicampuri Racun Penarik Sukma.  Racun ini sangatlah kuat untuk membangkitkan gairah dan nafsu serta membuat si peminum menjadi terpikat saat itu juga saat melihat Dewi Kematian.  Dan mungkin kalau saja Caraka sempat meneguk minuman itu maka yang akan terjadi adalah jiwa Caraka akan melayang dalam ikatan gairah dan nafsu,  tentunya Dewi Kematian akan dengan mudah mempermainkan Caraka sekehendak hatinya untuk memuaskan hasratnya.
Para datuk-datuk sesat melanjutkan pembicaraan dengan panjang lebar yang kadang diiringi dengan tawa tanpa menyadari kalau di balik itu sepasang mata dan telinga telah terpasang mendengarkan percakapan mereka.  Bayangan hitam yang dari tadi terus mendengarkan pembicaraan Nampak menarik nafas panjang, dia sangat terkejut terhadap rencana keji yang akan dijalankan oleh kelompok golongan sesat itu.  Dengan berhati-hati bayangan hitam itu melompat meninggalkan rumah Juragan Karta.  Langkahnya sangat ringan bagaikan seekor burung yang terbang dia mudah menghilang di kegelapan malam.  Kalau bukan orang berkepandaian tinggi tentu tidak dapat melakukan ini, apalagi yang diintai adalah para datuk yang mempunyai ilmu kepandaian cukup tinggi.  Para datuk itu saja tidak bisa menangkap suara gerak langkahnya.

            Saat ayam berkokok, Caraka telah melangkahkan kakinya menuju rumah Juragan Karta.  Itulah watak dan sifat dari seorang pendekar yang selalu menepati janjinya, karena itulah oleh para langgan yang menggunakan jasa Caraka merasa senang dan puas atas pelayanan yang diberikan Caraka sehingga usaha ekspedisi Caraka semakin lama semakin berkembang pesat.  Kali ini Caraka bersama empat orang anak buahnya dengan mengendarai kereta kuda.
“Hee..hee..hee..kau sangat tepat Caraka” kata Juragan Karta yang menyambut kedatangan Caraka dengan empat orang anak buahnya.
“Terima kasih Juragan, apakah Juragan Karta baik-baik saja?” balas Caraka sambil melontarkan pertanyaan.  Juragan Karta Nampak tersipu dan menyembunyikan perasaanya, ia hanya tersenyum kecut.
“Barangnya sudah siap, tinggal mengangkut saja” kata Juragan Karta sambil memperlihatkan lima buah peti yang telah dikemas dan siap untuk diangkut. “Silahkan..”  Caraka memberi komando pada anak buahnya untuk segera mengangkat dan memindahkan peti-peti itu ke atas kereta kudanya. Tak lama kemudian semuanya telah berada di atas kereta kuda dan siap untuk berangkat.
“Caraka, aku yakin kamu akan berhasil menjaga dirimu” kata Juragan Karta mengandung sebuah peringatan, “Berhati-hatilah dan jaga dirimu baik-baik”.
“Terimakasih Juragan, saya terus berangkat dan juga Juragan harus berhati-hati dalam menjaga diri” jawab Caraka membalas kecemasan Juragan Karta.  Kereta kuda yang mengangkut lima peti dengan lima orang penunggang mulai perlahan bergerak berjalan meninggalkan kediaman Juragan Karta.


👺👺 Masih bersambung ke episode 9 👺👺

Kitab Naga Bagian 2 Episode 6


KITAB NAGA
(Karya: Mas Wient)
Bagian 2 Episode 6

“Trang…trang…trang…traang…”  terdengar begitu nyaring benturan pedang yang sedang beradu.  Suara itu begitu keras yang berasal dari sebuah pertarungan satu lawan satu.  “Hiyaaaat ….” Teriak salah seorang dari mereka dengan melancarkan serangan pada lawannya.  Seorang wanita dengan tubuh langsing, padat berisi sehingga lekuk tubuhnya sangatlah jelas, pada dadanya sedikit menonjol dengan kencang, kulitnya yang putih bersih dapat terlihat dari pantulan raut wajahnya yang bulat, matanya tidak terlalu lebar, hidungnya kecil mungil dengan bibir merekah.  Kalau melihat mungkin orang akan mengira kalau dia berusia di bawah tiga puluh tahunan, karena kepandaiannya dalam merawat tubuh dan sering minum ramuan jamu sehingga dia tampak muda padahal usianya sudah empat puluh lima tahun.  Dia adalah Dewi Kematian.    Sebuah julukan yang terkesan sangat mengerikan dan membuat bulu roma berdiri saat mendengarnya.  Memang sebutan itu sangatlah pantas, karena setiap kali dia muncul selalu saja ada korban-korban yang mati dengan tubuh telanjang, dada terbelah tanpa jantung.  Rata-rata yang menjadi korban adalah pemuda-pemuda tampan.  Itulah kepuasan Dewi Kematian, setiap kali mendapat mangsa atau menemukan pria-pria yang memenuhi seleranya, dia mengajak berkencan, bercumbu dan bercinta sepuas hatinya, tetapi setelah kepuasan itu dapat diperolehnya dengan kejamnya Dewi Kematian menikam pria itu dengan pedangnya kemudian membelah dadanya dan mengambil organ jantungnya.  Kanon jantung yang diambil itu untuk digunakan sebagai ramuan obat awet mudanya.  Sungguh sangat mengerikan dan menjijikkan.  Entah sudah berapa banyak pria yang menjadi korban kebiadaban dan keganasannya, kecantikannya itulah sebagai pemikat.

Sedangkan yang menjadi lawan bertarung Dewi Kematian saat ini adalah seorang laki-laki berusia sekitar lima puluh lima tahun, tubuhnya sedang tidak terlalu gemuk, kepalanya tertutup sorban putih dengan baju yang serba putih, kumisnya juga putih demikian pula jenggotnya yang telah memutih tampak panjang sampai dada tetapi giginya masih kuat dan tersusun rapi.
“Iblis betina, hari ini adalah hari kematianmu…!” umpat laki-laki itu dengan nada marah, dialah Ki Suryo.
“Hee heee..heee..heee..” jangan takabur Ki” balas Dewi Kematian dengan berlompatan menghindari serangan Ki Suryo.  Sudah seratus jurus lebih telah berlalu tetapi belum terlihat mana yang lebih unggul, keduanya mempunyai kepandaian yang seimbang.
“Iblis babon, aku akan mencincang kau seperti apa yang kau lakukan pada anakku!” Ki Suryo terus mengeluarkan kata-kata makian dengan melancarkan serangan-serangan mematikan.  Memang kemarahannya sudah memuncak, api dendam yang ada dalam hati Ki Suryo terus berkobar terlebih saat Ki Suryo teringat akan nasib anaknya yang semata wayang telah menjadi korban kebiadaban Dewi Kematian.  Inilah saatnya untuk menuntut balas.
“Ternyata kaupun  kuat juga Ki”  kata Dewi Kematian, “Pantas anakmu pun sangat menggairahkan sekali”  kata-kata mesum keluar dari mulut mungil Dewi Kematian, Ki Suryo semakin marah,  tubuhnya melayang dengan melakukan tendangan ke arah Dewi Kematian.  “Praaak….” Saat melihat serangan datang, Dewi Kematian segera melompat dengan memutar tubuhnya sehingga serangan Ki Suryo hanya mampu menghantam pohon sampai roboh, dapat dibayangkan kalau saja serangan itu mengenai tubuh Dewi Kematian tentu sangatlah tragis nasibnya.
“Tendanganmu hebat Ki, sayang hanya mampu menghancurkan pohon kering!” ejek Dewi Kematian, “Sambutlah seranganku Ki…!” Dewi Kematian mencelat ke arah Ki Suryo, tendangan beruntun dengan kecepatan yang luar biasa di lancarkan ke arah Ki Suryo, nampaknya Ki Suryo sangatlah kerepotan mendapatkan serangan seperti itu.  Ki Suryo hanya berlompatan untuk menghindar, sesekali meliukkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri. Ki Suryo dapat menggagalkan serangan itu walaupun sangat repot sekali, tetapi alangkah terkejutnya Ki Suryo saat Dewi Kematian secara tiba-tiba melakukan pukulan dengan tendangan, Ki Suryo dapat menduga kalau serangan itu  bukanlah serangan sembarangan melainkan serangan yang sangat mematikan dengan menggunakan  kekuatan  tenaga dalam yang sangat ampuh.  Sebelum serangan itu mengenai sasaran, Ki Suryo telah mengalirkan hawa murni ke seluruh tubuhnya.  “Desss…” benturan itu tak dapat untuk dihindari lagi, dua tenaga dalam saling beradu, Ki Suryo terpental beberapa langkah ke belakang, sedangkan Dewi Kematian terpelanting dengan mengeluarkan darah segar dari bibirnya yang mungil.
“Uuugh…”  keluh Dewi Kematian tertahan, ia berusaha untuk berdiri, ia merasakan tubuhnya nyeri seakan tulangnya remuk.  Dewi Kematian mengalami luka dalam yang cukup berat.  Sementara Ki Suryo telah berdiri seakan tidak mengalami luka sedikitpun, bibirnya masih tersenyum mengejek.
“Ki, tenagamu hebat sekali” kata Dewi Kematian sambil meringis menahan rasa sakit yang amat sangat dan sesak pada dadanya.  “Kali ini aku mengaku kalah, tapi kelak aku akan mencarimu” selesai mengucapkan kata-kata itu Dewi Kematian membalikkan tubuhnya dan melesat pergi dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh yang sempurna.  Ki Suryo bermaksud untuk mengejarnya, tapi baru beberapa langkah, “Uugh..ugh..” darah hitam keluar dari mulut Ki Suryo.  Rupanya luka-luka yang dialami Ki Suryo lebih parah dibandingkan dengan luka yang dialami Dewi Kematian.  Kalau saja Dewi Kematian tidak lari dan melanjutkan pertarungan mungkin Dewi Kematianlah yang berada di atas angin untuk merobohkan Ki Suryo.    Memang saat Dewi Kematian mencoba untuk bangkit, Ki Suryo tidak melakukan serangan balik karena Ki Suryo tahu kalau luka yang dideritanya sangatlah hebat sehingga kalau dia nekad untuk melakukan serangan tentu sangat membahayakan jiwanya, walaupun Dewi Kematian juga telah terluka tapi dalam hati Ki Suryo juga mengakui kalau sebenarnya kepandaian yang ia miliki masih kalau jauh di bawah Dewi Kematian.  Untunglah dengan menahan rasa sakitnya Ki Suryo dapat berdiri tegak sehingga Dewi Kematian tidak menyangka kalau Ki Suryo juga mengalami luka dalam yang lebih parah.  Tak dapat dibayangkan kalau Dewi Kematian masih melakukan serangan pada Ki Suryo.
Ki Suryo duduk bersila di bawah pohon yang rindang untuk mengerahkan hawa murninya, matanya terus terpejam dengan memusatkan konsentrasinya, secara perlahan hawa murni yang telah terkumpul dia salurkan ke seluruh tubuhnya.  Badanya mulai basah oleh keringat.

👀👀👀 Ikuti terus Klik Bagian 2 Episode 7 ðŸ‘€ðŸ‘€ðŸ‘€

Kitab Naga Bagian 2 Episode 7

KITAB NAGA
(Karya: Mas Wient)
Bagian 2 Episode 7


Kita tinggalkan sejenak Ki Suryo yang mencoba mengobati dirinya sendiri akibat luka dalam setelah bertempur dengan Dewi Kematian.  Kita melihat di sebuah desa di lereng bukit yang tampak ramai oleh lalu lalang orang.  Seorang pemuda dengan menggunakan baju biru berjalan dengan santainya.  Di pinggangnya terselip tongkat kecil,  tentunya tongkat itu bukanlah tongkat sembarangan, tongkat itu terbuat dari batang kayu dewandaru.  Dewandaru adalah sebuah pohon yang terkenal di daratan Karimun Jawa dan tidak semua orang bisa untuk membawanya.  Kanon kabarnya Kayu Dewandaru mempunyai kekuatan yang ampuh bagaikan sebuah besi sehingga saat kayu itu di masukkan ke dalam air tidak seperti kayu-kayu yang lain yang terus mengapung akan tetapi kayu dewandaru akan tenggelam.  Karena itulah tidak semua orang mampu membawa kayu dewandaru apalagi sampai menyeberang dari Karimun Jawa.

Pemuda it uterus melangkah memasuki kedai kecil, dia mengambil tempat duduk di pojok sehingga pandangan matanya bisa leluasa melihat lalu lalang orang-orang yang lewat di depan kedai.  Siapakah pemuda itu?

Tentunya para pembaca masih ingat Caraka.  Anak dari Palguna yang dikenal dengan sebutan Pendekar Banaspati (Baca Bagian 1 Episode 2).  Sepeninggalan ayahnya, Caraka bersama ibunya terus mengembara.  Selama pengembaraannya itulah ibunya juga menggembleng Caraka dengan ilmu-ilmu yang hebat, dia wariskan seluruh kepandaiannya pada anaknya.  Kini Caraka berusia tujuh belas tahun, usia remaja yang sudah matang.  Bersama dengan ibunya, Caraka berhasil membuka usaha ekspedisi yang melayani pengiriman barang-barang baik dari rakyat jelata sampai pejabat tinggi.

“Pesan apa Tuan?”  Tanya seorang pelayan pada Caraka.

“Minuman dan makanan saja pak” jawab Caraka singkat, pelayan itu segera menyiapkan pesanan Caraka  dan tak lama kemudian pelayan itu kembali dengan membawa segelas minuman dan sepiring nasi lengkap dengan lauknya.  Caraka segera menyantap makanan itu dengan lahapnya.  Baru separo Caraka menikmati makanannya, tiba-tiba pemilik kedai itu datang dengan muka pucat dan ketakutan.

“Maaf tuan-tuan, bukan maksud saya mengusir tuan-tuan” katanya dengan sinar mata penuh ketakutan, “demi keselamatan tuan-tuan saya mohon tuan-tuan segera meninggalkan kedai saya”  mendengar omongan pemilik kedai, para tamu saling bertanya-tanya, tapi ada beberapa orang yang segera menyingkir, mungkin sudah tahu maksud omongan si pemilik kedai itu.  Caraka masih terus menikmati makanannya.

“Tuan, silahkan tuan..” tegur pemilik kedai pada Caraka
“Ada apa pak?” Tanya Caraka seakan tidak mendengar dengan apa yang telah diomongkan si pemilik kedai.
“Sudahlah, nanti tuan akan tahu sendiri” jawab pemilik kedai itu dengan perasaan cemas karena ia merasa bertanggungjawab atas keselamatan para pelanggannya.
“Baiklah ….” Baru satu kata yang keluar dari bibir Caraka, lima orang dengan wajah kasar dan tubuh kekar telah masuk ke dalam kedai itu.
“Cepat sediakan arak yang baik untukku!” teriak salah seorang dari mereka, sementara yang lain tertawa-tawa.  Para pelayan kedai segera memenuhi permintaan lima orang yang baru datang.  Pemilik kedai semakin tampak gugup dan pucat.  Caraka mengurungkan niatnya untuk berdiri dan pergi melainkan kembali duduk dan melanjutkan menyantap makanannya.  Caraka dapat menebak siapa lima orang itu.
“Bapak tidak perlu kuatir” katanya lirih berbisik untuk menenangkan hati pemilik kedai.  “Tapi tuan…?” pemilik kedai itu akan membantah karena merasa bertanggung jawab dan mengkwatirkan pelanggannya, tetapi Caraka segera memotongnya “Sudahlah pak, tidak akan terjadi apa-apa”
“Haii… pak tua, cepaat sediakan makannya!”  suara bentakan ditujukan pada si pemilik kedai,  suara itu datang dari salah seorang gerombolan lima orang yang baru datang tadi.
“Baa…baa…baaaik.. tuan” sambil mengangguk pemilik kedai itu menjawab dengan gemetar lalu menyelinap ke belakang untuk segera menyediakan makanan.
“Haaa…haa..haaa… rupanya ada monyet baru datang kemari” kata orang tadi sambil melirik Caraka, seolah-olah kata-kata itu ditujukan pada Caraka,  yang lainnya tertawa terbahak-baha.  Cara hanya diam dan dengan tenang ia melanjutkan makannya.  Saat pemilik kedai itu datang kembali untuk menyerahkan makanan pada lima orang tamunya, tiba-tiba Caraka berdiri dan berkata sedikit keras.
“Pak, kenapa di sini banyak lalat-lalat busuk, sangat memuakkan”  katanya, “Kalau memang tak mampu membersihkan dan mengusir lalat itu biarlah nanti saya yang bereskan”  kata-kata Caraka memang sengaja di tujukan pada lima orang itu.
“Bangsaat lancing betul mulutnya…!” rupanya kata-kata Caraka membuat mereka marah, dengan gerakan yang sangat cepat salah satu dari mereka melempar baki yang berisi makanan ke arah Caraka.  Mendapat serangan seperti itu dengan menggunakan tenaga dalamnya Caraka menahan serangan itu sehingga baki yang berisi makanan berhenti tepat di depan mata Caraka.
“Maaf tuan-tuan, saya tidak berselera makan seperti ini”  kata Caraka lembut, “Terimalah kembali …!”  baki itu segera melayang ke arah lima orang kembali, melihat baki itu kembali berbalik maka lima orang itu segera menghindar, tapi aneh baki itu tetap berputar-putar dan melakukan serangan pada lima orang kasar itu.
“Bangsaat…” umpat mereka sambil melakukan serangan kea rah baki yang masih melayang-layang.  “Duuuk…” pukulan dari salah satu dari mereka tepat mengenai baki, namun “Aduuh…” terdengar  jeritan tertahan dari orang tersebut dan tubuhnya terpental beberapa tombak sedangkan baki itu masih tetap melayang.  Melihat temannya terjerembab saat memukul baki itu, membuat keempat lainnya menjadi penasaran.
“Badebah…” makinya, seorang lagi melakukan tendangan saat baki itu menyerang kea rah kakinya, tapi seperti temannya yang pertama tadi iapun jatuh berguling-guling sambil memegangi kakinya, serentak tiga orang yang lain menyergap baki itu secara bersamaan.  Nasib sial  juga dialami mereka bertiga, kali ini ketiga orang itu terpental keluar dari kedai.  Kini mereka baru menyadari bahwa orang yang dihadapi kali ini bukanlah orang yang bisa dipandang sebelah mata.   Dengan tertatih-tatih mereka mencoba untuk berdiri,  dan baki itupun mulai berputar-putar kembali siap melakukan serangan pada mereka.  Tampaknya nyali lima orang itu sudah mengendor sehingga serentak mereka lebih memilih langkah seribu, mereka berlari dengan menyeret kakinya yang pincang.  Orang-orang yang melihat kejadian itu tertawa terpingkal-pingkal karena di belakang mereka baki itu  tetap mengikuti sampai beberapa langkah.
“Terima kasih tuan,  tapi tuan telah masuk dalam bahaya”  kata pemilik kedai dengan perasaan kagum bercampur takut dan kuatir, ia tahu kalau pemuda yang ada di hadapannya adalah seorang pendekar.
“Siapa mereka pak?” Tanya Caraka
“Mereka anak buah Juragan Karta”  jawab pemilik kedai
“Hah, bukankah Juragan Karta orangnya sangat baik?”  Caraka sedikit terkejut saat di sebut Juragan Karta.
“Memang juragan Karta itu baik, tetapi kami sendiri tidak tahu, akhir-akhir ini Juragan Karta selalu menggunakan tukang pukulnya” jelas pemilik kedai.
“Setahu saya, Juragan Karta tak pernah berbuat kejam atau arogan, malahan sebaliknya dia suka menolong pada rakyat kecil”   Caraka semakin tak mengerti.
“Itulah yang membuat kami bingung,  memang akhir-akhir ini banyak orang-orang aneh  yang bergantian datang ke tempat Juragan Karta, dan sejak saat itu pula Juragan Karta mempunyai tukang-tukang pukul yang sangat kuat dan kejam” cerita pemilik kedai.
“Apakah selama ini Juragan Karta selalu diganggu orang-orang aneh itu?” Caraka mencoba untuk menebak.
“Entahlah, kadang terdengar suara tawa dan pesta pora” jawab pemilik kedai.
“Baiklah pak,  terima kasih bapak sudah memperingatkan saya” kata Caraka menjura.
“Tuan mau kemana?” Tanya pemilik kedai kembali
“Saya mau ke rumah Juragan Karta” jawab Caraka, mendengar jawaban itu si pemilik kedai kembali dibuat terkejut dan semakin cemas.
“Bapak tidak perlu kuatir, saya memang ada urusan sedikit dengan Juragan Karta”  kata Caraka menjawab rasa terkejut dan cemas pemilik kedai yang tertahan.  Setelah meletakkan beberapa lempengan uang logam untuk membayar makanan, Caraka melangkahkan kakinya.  Semua mata tertuju pada Caraka, mereka merasa kagum akan kehebatan dan kegagahan Caraka.
            Sementara di rumah Juragan Karta, tampak seorang perempuan muda berwajah cantik duduk di teras rumah.  Wajahnya begitu gelisah, sesekali ia berdiri, berjalan dan duduk kembali.  Itu menandakan bahwa hatinya merasa tidak tenang.  Tib-tiba dari pintu gerbang lima orang berlari-lari ke arah teras rumah.
“Celaka Nyai…” kata salah satu dari mereka,  orang yang dipanggil Nyai itu mengerutkan alisnya.  “Hayo katakana ada apa..!? bentaknya tak sabar.
“Di desa sana ada pendekar muda, kami berlima tidak mampu menandingi…” jelas teman yang satunya.
“Bah!, lima singa ompong tak ada guna!” maki perempuan itu.
“Dia cukup lihai Nyai, semula kami bertarung tanpa senjata, tapi setelah dia mengeluarkan pedangnya kami menjadi kalang kabut” jelas seorang dari mereka,  cerita yang dibuat adalah cerita bohong karena mereka akan merasa malu kalau menceritakan yang sebenarnya bahwa mereka bertarung hanya melawan sebuah baki.
“Kami tidak tahu Nyai, kalau dia ….” Belum selesai mereka bicara, salah satu dari temannya menunjuk ke arah pintu gerbang sambil berteriak, “Itu dia orangnya…!”.  Memang Nampak terlihat Caraka berjalan memasuki halaman rumah itu dengan tenangnya.
“Kalian dungu! Dia Caraka yang aku tunggu-tunggu” bentak perempuan itu, “Ayo lekas kalian pergi dari sini!” serentak kelima orang itu menggeloyor pergi.  Perempuan itu menyambut kedatangan Caraka.
“Selamat datang Caraka”  sambutnya ramah,  Caraka hanya tersenyum kecil, ia merasa tidak mengenal wanita yang menyambut kedatangannya.
“Siapakah nona…?” Tanya Caraka dengan panggilan nona, karena memang perempuan itu masih Nampak kelihatan muda belia.
“Nyonya,  saya Nyonya Karta” jawab wanita itu dengan nada tegas.
“Bukankah …..”  Caraka tidak jadi melanjutkan kata-katanya, walaupun dalam hati masih mengganjal pertanyaan.  Selama ini Caraka mengenal baik siapa Juragan Karta yang menjadi langganannya dalam memberikan pelayanan ekspedisi.  Bahkan dengan keluarganyapun Caraka mengenal satu persatu, tapi dengan wanita yang satu ini Caraka merasa sangat asing malah mempunyai rasa curiga yang cukup kuat.  Melihat gelagat seperti itu perempuan itu segera masuk kedalam untuk memanggil Juragan Karta dengan terlebih dahulu mempersilahkan Caraka masuk dan duduk.
“Kau sudah datang Caraka”  seorang laki-laki berusia empat puluh tahun lebih muncul dari balik pintu, tubuhnya kurus, matanya cekung dan di dahinya terdapat tahi lalat, dialah Juragan Karta.
“Maaf Juragan, saya agak terlambat datang” kata caraka sambil menghormat.
“Ah, tidak masalah, saya berterima kasih sekali kamu dapat datang” suara Juragan Karta lirih.
“Ada keperluan apakah sehingga Juragan mengundang saya? Apa yang dapat saya bantu untuk Juragan?”  Tanya Caraka.  Juragan Karta tampak ragu, sinar matanya kuyu, ada sesuatu yang tersembunyi dalam hatinya.  Caraka dapat merasakan kegelisahan Juragan Karta tetapi ia pura-pura tidak tahu dan tak mengungkapkan rasa ingin tahunya pada Juragan Karta.
“Ada pekerjaan untukmu” kata Juragan Karta datar, “Mengantarkan barang ke Ibu Kota”
“Itu memang sudah pekerjaan saya Juragan,  akan saya lakukan sebaik-baiknya” kata Caraka.
“Tapi kali ini barang yang akan kamu bawa sangatlah membahayakan jiwamu, bahkan sangat mengancam ji …” Juragan Karta menghentikan pembicaraannya begitu melihat perempuan yang menyambut Caraka tadi tiba-tiba keluar kembali sambil membawa minuman dan meletakkan di atas meja.
“Silahkan …”  katanya pempersilahkan, Caraka hanya mengangguk kecil.  Setelah perempuan itu masuk kembali, Caraka memberanikan diri bertanya pada Juragan Karta, “Rasanya saya belum pernah  bertemu, siapa dia Juragan?”.  Juragan Karta sudah menduga kalau akan terlontar pertanyaan seperti itu dari bibir Caraka, tetapi masih saja tetap terlihat kegugupannya bahkan wajahnya menjadi pucat setelah mendapat pertanyaan seperti itu dari Caraka.
“Di..dia.. istri kedua saya” jawab Juragan Karta terputus-putus.  Caraka merasakan ada kebohongan dengan apa yang dikatakan Juragan Karta, selama ini Caraka mengenal siapa Juragan Karta yang selalu berbuat jujur dan tidak pernah merugikan orang lain, tetapi nampaknya kali ini ada sesuatu yang tersembunyi di balik senyum Juragan Karta.  Caraka hanya membatin dalam hati dan tidak melanjutkan pertanyaan-pertanyaan lagi.
“Kapan barang-barang itu harus saya kirim Juragan?” Tanya Caraka mengalihkan pokok pembicaraan.
“Besok pagi saat ayam berkokok” jawab Juragan Karta sambil menarik nafas lega.
“Baiklah, besok pagi saya akan datang untuk membawa barang-barang itu” kata caraka sambil tangannya diulurkan untuk mengambil gelas yang berisi minuman yang disuguhkan di hadapannya, belum sampai tangan Caraka menyentuh gelas, “Sreet…praaaang…” meja itu terdorong sehingga gelas yang akan di ambil Caraka terjatuh dan pecah berantakan, Caraka sangat terkejut.
“Ma..ma..maaf..” dengan gugup Juragan Karta minta maaf pada Caraka.
“meoong….meooong….” seekor kucing melompat ke arah gelas yang pecah terjatuh, lidahnya menjulur-julur menjilati air minum yang  tercecer di lantai.  Caraka hanya menatap kucing itu, alangkah terkejutnya Caraka tatkala kucing itu berjalan sempoyongan seperti mabuk sambil mengeong, sebentar kucing itu mengejang lalu diam tak bergerak.  Kini Caraka sadar bahwa air yang ada di dalam gelas itu berisi racun yang telah dicampur.
“Keji!” guman Caraka dalam hati.  Caraka sadar bahwa Juragan Karta telah menyelamatkan jiwanya dari maut.
Memang saat Caraka akan mengambil gelas itu, secara sengaja Juragan Karta menggerakkan kakinya sehingga menyenggol kaki meja dengan keras yang mengakibatkan gelas itu terjatuh.  Juragan Karta telah menduga kalau minuman yang disuguhkan pada Caraka telah dicampur racun oleh yang membuatnya.  Kecurigaan Caraka semakin  kuat dengan kejadian itu, Caraka merasa iba saat menatap wajah Juragan Karta yang kembali memucat dengan perasaan takut yang sangat kuat.  Dalam hati penuh tanda Tanya, akhirnya Caraka mohon pamit pada Juragan Karta, Caraka diantar sampai depan pintu gerbang.   Dengan langkah kecil Caraka melangkah dengan hati dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan dan rasa kecurigaan yang begitu besar.

✋✋ Berlanjut ke Klik Bagian 2 Episode 8 ✋✋

Friday, November 9, 2018

Lasem Dalam Sejarah Perkembangan Kerajaan-kerajaan Jawa



Sejarah adalah manifestasi yang khas manusiawi,  pengenalan sejarah merupakan kenyataan manusia yang dapat kita telusur sejak perkembangan kemanusiaan yang paling dini, sejauh masa itu meninggalkan jejak-jejaknya melalui perwujudan tertentu baik yang berupa benda, tulisan, candi, monumen, dokumen maupun dalam bentuk  lain yang semua itu merupakan tanda atas kehadiran manusia dalam suatu masa dan dapat dijadikan petunjuk atas kehadirannya.  Berangkat dari beberapa cerita para orang tua terdahulu  yang didasari dari catatan-catatan sejarah maka banyak kekayaan dan nilai-nilai sejarah yang sebenarnya dapat kita gali dan kita kembangkan menjadi rekonstruksi perjalanan hidup suatu bangsa, negara atau daerah, baik nilai budaya, religi, maupun nilai perjuangan.
Pada umumnya sebuah kota berawal dari suatu desa kecil atau suatu tempat pemukiman, yang karena pengaruh dari luar kemudian mengalami perkembangan yang akhirnya menjadi ramai dan disebut sebagai kota.  Namun tidak semua desa dapat berubah menjadi sebuah kota, karena ada beberapa syarat yang harus dapat terpenuhi yang membuat desa atau sebuah pemukiman itu dapat berkembang menjadi kota.  Salah satu syarat itu diantaranya adalah sarana transportasi yang sangat berkaitan erat dengan pertumbuhan suatu kota.    
Lasem yang pada awalnya merupakan daerah pemukiman kecil, tumbuh dan berkembang menjadi sebuah kota pantai.  Pada umumnya kota-kota yang berada dipesisir pantai banyak mendapat pengaruh unsur-unsur kebudayaan dari luar.   Lasem adalah nama salah satu tanah mahkota kerajaan Majapahit pada abad ke-14.  Ada kemungkinan bahwa gunung Lasem yang sekarang terletak di garis pantai, berabad-abad yang lalu merupakan sebuah tanjung yang cukup luas dan besar.  Pada Abad ke-16 Lasem juga dikenal dengan Galangan Kapalnya sampai ke wilayah Asia Tenggara.
Keberadaan Kadipaten Lasem juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan Kerajaan-kerajaan besar seperti Kerajaan Keling (Kalingga), Majapahit, Demak, Pajang sampai Mataram Islam.   Lasem juga termasuk sebagai kota Cina tertua, juga sebagai salah satu pusat penyebaran Agama Islam.  Pada saat terjadi pemberontakan Cina melawan Kompeni Belanda yang akhirnya meluas kebeberapa daerah di pulau Jawa, Lasem termasuk daerah terakhir yang digunakan sebagai pos para pejuang-pejuang dalam melawan Kompeni Belanda. Masyarakat Lasem dan sekitarnya juga berjuang dalam mengusir Kompeni Belanda.

                                                               
Baca Selengkapnya: 
https://docs.google.com/document/d/1e2UWn4_zkYhfL4rphXbaWXZsSCD2Qcvu7K617fmPAs8/edit?usp=sharing