BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Didalam kegiatan belajar, proses pembelajaran yang
dilakukan merupakan salah satu faktor yang penting dalam menncapai tujuan
pendidikan. Kegiatan belajar mengajar
(KBM) perlu dirancang dengan mengikuti prinsip-prinsip khas yang edukatif,
yaitu kegiatan yang berfokus pada kegiatan aktif siswa dalam membangun makna
maupun pemahaman. Dalam kegiatan belajar
mengajar, seorang guru harus dapat memberikan dorongan kepada siswa untuk
menggunakan otoritas atau haknya dalam membangun gagasan. Tanggung jawab belajar berada pada diri siswa, dan guru hanya
bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi,
dan tanggung jawab siswa untuk belajar secara berkelanjutan atau sepanjang
hayat.
Mengajar ialah menyajikan bahan pelajaran oleh
seorang kepada orang lain agar orang lain itu menerima, menguasai dan
mengembangkannya. Hakekat belajar yang melandasi filosofi mengajar bagi seorang
guru adalah ketika ia mampu membelajarkan siswa tentang bagaimana belajar (how
to learn). Dunia pembelajaran kita
masih lekat dengan pola konvensional dengan menempatkan guru sebagai sumber
belajar yang utama. Proses mengajar
lebih bernuansa memberi tahu dari
pada membimbing siswa menjadi tahu. Agar siswa dapat menerima, menguasai dan
lebih-lebih mengembangkan bahan pelajaran itu, maka perlu dipersiapkan cara
mengajar serta cara belajar setepat-tepatnya dan seefisien serta seefektif
mungkin sehingga proses belajar terjadi dalam iklim yang mencerahkan. Seorang
guru harus mampu menciptakan situasi
belajar yang memungkinkan siswa untuk mengalami sendiri apa yang
dipelajarinya, bukan hanya mengetahui sehingga belajar menjadi kurang
bermakna.
Perubahan kurikulum dewasa ini hendaknya direspon oleh
guru secara positif dengan kemampuan menciptakan inovasi pembelajaran secara
kreatif. Untuk menciptakan pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan tidak
membosankan perlu adanya kreatifitas dari guru dalam penggunaan metode, model,
maupun media pembelajaran yang bervariasi. Guru juga harus mengembangkan
ketrampilan mengajar agar dapat menarik perhatian siswa sehingga hasil belajar
memuaskan. Untuk menciptakan proses pembelajaran yang
efektif, diperlukan adanya pendekatan atau metode. Hal yang harus diperhatikan dalam peroses pembelajaran dengan menggunakan
berbagai metode ialah bagaimana menjadikan siswa paham dan bisa memperhatikkan apa yang disampaikan oleh guru dan bisa diterima setelah mendengarkan guru
dalam penyampaian pelajaran dengan metode yang digunakan oleh guru tersebut. Kegiatan belajar mengajar perlu menyediakan
pengalaman yang nyata terkait dengan penerapan konsep, kaidah, dan prinsip ilmu
yang dipelajari. Mengalami langsung apa
yang sedang dipelajari akan mengaktifkan lebih banyak indra daripada hanya
mendengarkan penjelasan guru.
Berangkat dari
latar belakang tersebut, secara mikro
perlu ditemukan cara terbaik
untuk menyampaikan konsep yang diajarkan di dalam mata pelajaran tertentu,
sehingga siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep-konsep
tersebut sebagai sebuah kompentensi yang berguna. Disamping itu, guru dituntut
kemampuannya untuk dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya. Konsekuensi logis dari
tuntutan profesionalitas ini adalah kemampuan menemukan pendekatan, metode,
model, strategi, media dan alat pembelajaran yang tepat sesuai dengan kekhasan
mata pelajaran tertentu.
Sebagai sebuah hasil, sebuah kompetensi tentu tidak
bisa dilepaskan dari sebuah proses. Dalam sebuah desain pembelajaran, capaian
kompetensi jelas terlihat dari rancangan dan pilihan strategi pembelajaran.
Secara umum, kompetensi yang tertuang dalam kurikulum mata pelajaran Teknologi
Informasi dan Komunikasi mensyaratkan
partisipasi siswa dalam pembelajaran sebagai sebuah keniscayaan. Hal yang perlu
disayangkan, hal ini belum optimal terjadi pada proses pembelajaran Teknologi
Informasi dan Komunikasi di MTs Negeri
Pamotan. Melalui sebuah observasi awal, yang dilakukan dengan pengamatan
langsung maupun dengan menggunakan instrumen sederhana dalam bentuk angket,
tingkat pemahaman siswa kelas VIIIG dalam mengikuti pelajaran Teknologi
Informasi dan Komunikasi di MTs Negeri
Pamotan masih sangat rendah.
Berdasarkan refleksi yang penulis lakukan,
identifikasi penyebab masalahnya rendahnya tingkat pemahaman siswa dalam mengikuti pelajaran Teknologi Informasi
dan Komunikasi antara lain:
- Penggunaan media/alat pembelajaran untuk memperjelas konsep sebagai media praktikum siswa masih belum optimal. Hal ini disebabkan karena di MTs Negeri Pamotan khususnya dan Madrasah atau Sekolah setingkat lainnya pada umumnya terlebih yang berada di pedesaan mempunyai fasilitas peralatan praktikum TIK yang sangat terbatas bahkan ada pula yang tidak memiliki peralatan tersebut, mengingat anggaran untuk pengadaan dan perawatan peralatan cukup tinggi.
- Dari permasalahan pada poin satu diatas menimbulkan permasalahan baru yaitu guru kurang memberikan latihan atau praktikum kepada siswa.
- Guru mengalami kesulitan dan kurang memberikan contoh-contoh soal realistik (sesuai dengan pengalaman keseharian yang dialami siswa).
- Guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran.
- Guru kurang terampil mengelola kegiatan pembelajaran.
Permasalahan dan kendala-kendala tersebut diatas
merupakan tantangan bagi guru mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi
dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) untuk menciptakan inovasi
baru didalam mendesaian pelaksanaan pembelajaran sehingga didalam mengikuti
proses pembelajaran lebih mudah diterima
dan dipahami oleh siswa.
Diantara tindakan yang merupakan alternatif pemecahan permasalah yang
dihadapi MTs Negeri Pamotan adalah menggunakan inovasi Model pembelajaran Estafet Question’s Card. Penggunaan model pembelajaran ini, dilandasi oleh
pemikiran bahwa model pembelajaran kooperatif ini karena ada unsur kerja sama
sehingga siswa yang belum paham bisa mandapat bimbingan dari yang sudah paham
dalam kelompoknya. Sebuah pertanyaan (Questions) yang dirancang membuat setiap siswa punya tanggung jawab
untuk sungguh-sungguh untuk memahami konsep dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran. Model pembelajaran ini juga ada fase Eksplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi
yang saat ini sedang dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga
diharapkan dengan Model
pembelajaran Estafet Question’s Card akan menjadikan siswa lebih bertanggung jawab untuk
mengikuti pelajaran dengan sungguh-sungguh dalam memahami sebuah konsep materi
pelajaran, sedangkan tingkat kesulitan pengerjaan soal bisa diata si bersama
dengan kelompok belajarnya.
B. Ruang Lingkup
Pembelajaran
dengan Model pembelajaran Estafet
Question’s Card dalam
penelitian ini merupakan bentuk inovasi pembelajaran yang diterapkan dalam mata
pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan Standar Kompetensi Menggunakan perangkat
lunak untuk menyajikan informasi yang dilakukan di Kelas VIII MTs Negeri Pamotan Kabupaten Rembang Propinsi
Jawa Tengah. Kelas yang dipilih adalah kelas VIIIG, dengan alasan bahwa kelas tersebut
berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat pemahaman materi pelajaran relatif paling rendah dibanding dengan kelas lain.
Pemilihan MTs
Negeri Pamotan Kabupaten Rembang Propinsi Jawa Tengah sebagai uji coba model pembelajaran ini, karena
penulis mengajar di sekolah tersebut. Dengan demikian, substansi penelitian menjadi
daya dukung positif peneliti dalam melakukan tugas pokoknya sebagai pengajar.
Artinya, penelitian ini menjadi solusi aktual bagi permasalahan yang dihadapi
di dunia pekerjaannya. Dengan kata lain, dalam melakukan penelitian tidak
mengganggu tugas pokoknya sebagai guru bahkan menjadi solusi cerdas terhadap
masalah pembelajaran yang dihadapi.
Secara
individu manusia tetap memiliki kekhasan individual yang membedekan satu sama
lain. Pengalaman adalah guru yang sangat bijak demikian pepatah
mengatakan. Berangkat dari kenyataan empiris seperti ini Model pembelajaran Estafet Question’s Card menjadi suatu inovasi pendekatan
dalam proses belajar, dimana individu dalam suatu kelompok, membangun
pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai serta sikap dalam dirinya, melalui
pengalaman, baik langsung maupun tidak langsung.
Pemahaman dengan penggunaan Model pembelajaran Estafet Question’s Card menjadikan individu
menjadi lebih peka terhadap setiap pengalaman yang terjadi. Disamping akan
memberikan wawasan pengetahuan dan konsep-konsep baru, pendekatan ini juga akan
mengakomodasi dan memberikan proses umpan balik serta evaluasi
antara hasil penerapan dengan apa yang seharusnya dilakukan, melalui
refleksi yang intensif, mendalam dan kritis atas setiap pengalaman, yang akan
menghasilkan pemahaman bagi
yang bersangkutan.
C. Tujuan
Secara umum,
karya inovasi ini bertujuan menemukan strategi yang tepat untuk pembelajaran
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
maupun mata pelajaran serumpun lainnya. Dengan ditemukannya strategi
yang tepat, maka pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dapat
berlangsung secara efektif, komunikatif, aktif dan kreatif sebagai prasyarat
utama terciptanya iklim pembelajaran yang kondusif dan mencerahkan sehingga
siswa dapat memahami materi pelajaran sebagai sebuah konsep.
Secara
khusus, karya inovasi ini bertujuan:
1.
Memberi informasi dan contoh bagaimana
merancang/menyusun sebuah program pembelajaran Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) dengan menggunakan Model
pembelajaran Estafet Question’s Card Memberikan informasi dan contoh tentang penyajian pembelajaran Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan menggunakan Model pembelajaran Estafet Question’s Card.
2.
Menciptakan situasi dan iklim pembelajaran yang
memungkinkan siswa untuk melakukan eksplorasi dan partisipasi yang optimal
dalam pembelajaran.
3.
Mendorong dan
merangsang guru untuk berfikir kreatif menemukan strategi pembelajaran yang
tepat sebagai solusi praktis di dunia pembelajaran.
Adapun manfaat penulisan karya inovasi ini dapat
diuraikan dalam dua hal berikut.
1.
Manfaat Teoritis
Memperkaya khasanah inovasi pembelajaran dan
sebagai stimulus bagi para pengembang pembelajaran, khusunya para guru untuk
mengembangkan pemikiran kreatifnya dalam menuangkan ide-ide inovatif dan
kreatif tentang pendekatan pembelajaran.
2.
Manfaat Praktis
Model pembelajaran ini dapat diterapkan pada materi
pelajaran lain atau pada jenjang pendidikan lain.
D. Kajian Teori
1. Karakteristik Mata Pelajaran Teknologi
Informasi dan Komunikasi
a. Latar Belakang
Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) secara umum adalah semua teknologi yang berhubungan dengan
pengambilan, pengumpulan (akuisisi), pengolahan, penyimpanan, penyebaran dan penyajian
informasi (Kementerian Negara Riset dan Teknologi RI, 2006: 6). Mata pelajaran Teknologi Informasi dan
Komunikasi dimaksudkan untuk mempersiapkan peserta didik agar mampu
mengantisipasi pesatnya perkembangan teknologi, mengingat dalam memasuki abad
ke-21 bidang teknologi informasi dan komunikasi mengalami perkembangan yang
cukup pesat yang dipicu oleh temuan dalam bidang rekayasa material
mecroelektronika. Perkembangan ini
berpengaruh besar terhadap aspek
kehidupan, bahkan perilaku dan aktivitas manusia kini bantak tergantung kepada
teknologi informasi dan komunikasi.
Mata pelajaran Teknologi Informasi dan Teknologi perlu
dikenalkan, dipraktikkan dan dikuasai
peserta didik sedini mungkin agar mereka memiliki bekal untuk menyesuaikan diri
dalam kehidupan global yang ditandai
dengan perubahan yang sangat cepat.
Untuk menghadapi perubahan tersebut diperlukan kemampuan dan kemauan
belajar sepanjang hayat dengan cepat dan cerdas.
Mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi
diajarkan sebagai salah satu mata pelajaran ketrampilan yang pelaksanaannya
dapat dilakukan secara terpisah atau bersama-sama dengan mata pelajaran
ketrampilan lainnya. Alokasi waktu
pembelajarannya secara keseluruhan untuk jenjang SMP/MTs adalah 72 jam
pelajaran untuk selama 3 tahun, atau ekivalen 2 jam pelajaran per minggu untuk
waktu 1 tahun jika mata pelajaran ini dibelajarkan secara terpisah dan mandiri.
b. Tujuan Mata
Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi
Mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1). Memahami
teknologi informasi dan komunikasi.
2)
Mengembangkan ketrampilan untuk memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.
3)
Mengembangkan sikap kritis, kreatif, apresiatif dan
mandiri dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
4)
Menghargai karya cipta di bidang teknologi informasi
dan komunikasi.
c. Karakteristik Teknologi Informasi dan Komunikasi
Setiap mata pelajaran mempunyai karakteristik yang
khas. Adapun karakteritstik mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunkasi adalah
sebagai berikut:
1)
Teknologi informasi dan komunikasi merupakan
ketrampilan menggunakan komputer meliputi perangkat keras dan perangkat
lunak. Namun demikian Teknologi
Informasi dan Komunikasi tidak sekedar terampil, tetapi memerlukan kemampuan
intelektual.
2)
Materi Teknologi Informasi dan Komunikasi berupa
tema-tema esensial, aktual serta global yang berkembang dalam kemajuan
teknologi pada masa kini, sehingga mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi merupakan pelajaran yang mewarnai
perkembangan perilaku dalam kehidupan.
3)
Tema-tema esensial dalam Teknologi Informasi dan
Komunikasi merupakan perpaduan dari cabang-cabang ilmi Komputer, Matematika,
Teknik Elektro, Teknik Elektronika, Telekomunikasi dan Informatika itu sendiri. Tema-tema esensial tersebut berkaitan dengan
kebutuhan pokok akan informasi sebagai ciri abad 21 seperti pengolah kata,
spreadsheet, presentasi, basis data, internet dan email. Tema-tema esensial tersebut terkait dengan aspek
kehidupan sehari-hari.
4)
Materi Teknologi Informasi dan Komunikasi dikembangkan
dengan pendekatan interdisipliner dan multidimensional, karena melibatkan
berbagai disiplin ilmu dan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat.
d. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Standar kompetensi dan kompetensi
dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembagkan materi pokok, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetnsi untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan
penilaian perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian.
Berikut adalah standar kompetensi dan
kompetensi dasar mata pelajaran teknologi informasi dan komunikasi tingkat
SMP/MTs kelas VIII semester I:
Tabel 1
Standart Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Kelas VIII Semester I
Standar Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
1.
Menggunakan perangkat lunak pengolah
kata untuk menyajikan informasi
|
1.1. Mengidentifikasi menu dan ikon pd perangkat
lunak pengolah kata
|
|
1.2. Menjelaskan fungsi menu dan ikon pada perangkat
lunak pengolah kata
|
|
1.3. Menggunakan menu dan ikon pokok
pada perangkat lunak pengolah kata
|
|
1.4. Membuat dokumen pengolah kata sederhana
|
2. Pemahaman
Siswa Dalam Pembelajaran
a. Pengertian
Pemahaman
Dalam proses mengajar, hal terpenting adalah pencapaian
pada tujuan yaitu agar siswa mampu memahami sesuatu berdasarkan pengalaman
belajarnya. Kemampuan pemahaman ini merupakan hal yang sangat fundamental,
karena dengan pemahaman akan dapat mencapai pengetahuan prosedur. Menurut W.J.S Poerwodarminto (1994) dalam
kamus Bahasa Indonesia, pemahaman berasal dari kata “Paham” yang artinya
mengerti benar tentang sesuatu hal. Jika
kita lihat dari definisi di atas maka tidak memperlihatkan perbuatan psikologis
yang diambil seseorang jika ia memahami, sehingga definisi tersebut diatas
tidak bersifat operasional yang diartikan sebagai melihat suatu hubungan ide
tentang suatu persoalan.
Suharsimi (2009: 118) menyatakan bahwa pemahaman (comprehension)
adalah bagaimana seorang mempertahankan, membedakan, menduga (estimates),
menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh,
menuliskan kembali, dan memperkirakan. Dengan pemahaman, siswa diminta untuk
membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara fakta – fakta
atau konsep. Pembelajaran yang dilaksanakan lebih mengaktifkan siswa untuk
telibat selama proses pembelajaran berlangsung. Interaksi antara guru
dengan siswa lebih akrab sehingga guru lebih mengenal anak didiknya dengan
baik.
b. Tingkat
Pemahaman Siswa
Pemahaman siswa terhadap suatu konsep tumbuh dari
pengalaman, disamping berbuat, seseorang juga menyimpan hal-hal yang baik dari
perbuatannya itu. W.J.S Purwadarminto dalam kamus Bahasa Indonesi mengartikan
pemahaman siswa adalah proses, perbuatan, dan cara memahami sesuatu. Melalui
pengalaman terjadilah pengembangan lingkungan seseorang hingga ia dapat berbuat
secara intelegen melalui peramalan kejadian. Dalam pengertian disini tingkat
pemahaman siswa merupakan suatu proses pada siswa untuk mengerti suatu konsep,
dapat menghubungkan antara konsep yang satu dengan konsep yang lain dan dapat
menjelaskan kembali suatu obyek, ide,
fakta serta dapat melihat bagaimana menggunakan fakta tersebut dalam berbagai
tujuan.
Pemahaman (understanding) pada pembelajaran
dapat dibedakan menjadi dua. Menurut Skemp (1976) dalam Wahyudi (2001) Pemahaman (understanding) pada
pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1)
Pemahaman instruksional (instructional
understanding). Pada tingkatan ini dapat dikatakan bahwa siswa baru berada
di tahap tahu atau hafal tetapi dia belum atau tidak tahu mengapa hal itu bisa
dan dapat terjadi. Lebih lanjut, siswa Pemahaman (understanding) pada
pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua pada tahapan ini juga belum atau tidak
bisa menerapkan hal tersebut pada keadaan baru yang berkaitan.
2)
Pemahaman relasional (relational understanding).
Pada tahapan tingkatan ini, siswa tidak
hanya sekedar tahu dan hafal tentang suatu hal, tetapi dia juga tahu bagaimana
dan mengapa hal itu dapat terjadi. Lebih lanjut, dia dapat menggunakannya untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang terkait pada situasi lain.
c. Faktor
Yang Mempengaruhi Tingkat Pemahaman Siswa
Pemahaman konsep sangat penting, karena dengan
penguasaan konsep akan memudahkan siswa dalam mempelajari materi pelajaran.
Pada setiap pembelajaran diusahakan lebih ditekankan pada penguasaan konsep
agar siswa memiliki bekal dasar yang baik untuk mencapai kemampuan dasar yang
lain seperti penalaran, komunikasi, koneksi dan pemecahan masalah.
Penguasan konsep merupakan tingkatan hasil belajar
siswa sehingga dapat mendefinisikan atau menjelaskan sebagian atau
mendefinisikan bahan pelajaran dengan menggunakan kalimat sendiri. Dengan
kemampuan siswa menjelaskan atau mendefinisikan, maka siswa tersebut telah
memahami konsep atau prinsip dari suatu pelajaran meskipun penjelasan yang
diberikan mempunyai susunan kalimat yang tidak sama dengan konsep yang diberikan
tetapi maksudnya sama.
Secara garis besar, Ahmadi dan Prasetya (1997:103)
membagi faktor-faktor tersebut sebagai berikut :
1) Faktor raw input (faktor
murid/anak itu sendiri) dimana tiap anak memiliki kondisi yang berbeda-beda
dalam :a) Kondisi fisiologis.
b) Kondisi psikologis.
b) Kondisi psikologis.
2) Faktor enviromental input (faktor
lingkungan), baik lingkungan alami ataupun lingkungan sosial.
3) Faktor instrumental input,
antara lain terdiri dari : a)
Kurikulum, b) Program/bahan pengajaran, c) Sarana dan fasilitas, d)
Guru (tenaga pengajar).
Selanjutnya akan diuraikan secara singkat faktor-faktor tersebut yang
meliputi faktor dari luar dan faktor dari dalam.
1) Faktor dari luar
a) Faktor enviromental input (faktor
lingkungan)
Kondisi lingkungan yang mempengaruhi proses dan hasil belajar meliputi
lingkungan alami dan lingkungan sosial. Lingkungan alami dapat berupa keadaan
suhu, kelembaban udara, dan sebagainya. Belajar dalam keadaan udara yang segar
akan lebih baik hasilnya dari pada belajar pada keadaan udara panas.
b) Lingkungan sosial, dapat berwujud manusia maupun
representasi (wakil) manusia seperti potret, rekaman, dan sebagainya.
Lingkungan sosial yang lain, seperti suara mesin pabrik atau gemuruhnya pasar,
serta lingkungan sosial yang jorok pun dapat mengganggu belajar.
c) Faktor instrumental
Faktor-faktor instrumental adalah faktor-faktor yang pengadaan dan
penggunaannya dirancangkan sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan.
Faktor-faktor instrumental ini dapat berwujud faktor-faktor keras (hardware),
seperti gedung, perlengkapan belajar, alat-alat praktikum, perpustakaan dan
sebagainya. Maupun faktor-faktor lunak (software), seperti kurikulum,
bahan yang harus dipelajari, pedoman-pedoman belajar, dan sebagainya (Ahmadi
dan Prasetya, 1997 : 106).
2) Faktor
dari dalam
Faktor dari dalam adalah kondisi individu atau anak yang belajar, terdiri
dari kondisi fisiologis dan psikologis anak.
a)
Kondisi fisiologis anak
Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan
belajar anak. Mengenai fisiologis ialah bagaimana kondisi fisiknya dan panca
inderanya. Secara umum kondisi fisiologis seperti kesehatan yang prima, tidak
dalam keadaan capai atau cacat jasmani, akan sangat membantu dalam proses dan
hasil belajar. Di samping kondisi fisiologis umum, yang tidak kalah pentingnya
dalam kondisi fisiologis anak adalah kondisi panca indera, terutama indera
penglihatan dan pendengaran. Sebagian besar orang yang melakukan belajar tidak
lepas dari indera penglihatan dan pendengaran, karena itulah guru yang baik
akan memperhatikan keadaan panca indera anak didiknya.
b) Kondisi psikologis anak
(1) Minat
Minat sangat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Jika seseorang tidak
berminat untuk mempelajari sesuatu, maka tidak diharapkan dia akan berhasil
dalam mempelajari hal tersebut, sebaliknya jika seseorang belajar dengan penuh
minat maka hasil yang diharapkan akan lebih baik. Oleh karena itu, para
pendidik hendaknya memperhatikan begaimana mengusahakan agar hal yang disajikan
sebagai pengalaman belajar dapat menarik minat para pelajar, atau bagaimana
caranya menentukan agar para pelajar belajar mengenai hal-hal yang menarik
minat mereka.
(2) Kecerdasan
Kecerdasan besar peranannya dalam berhasil dan tidaknya seseorang
mempelajari sesuatu atau mengikuti sesuatu program pendidikan. Orang yang lebih
cerdas pada umumnya akan lebih mampu belajar daripda orang yang kurang cerdas.
Hasil pengukuran kecerdasan biasa dinyatakan dengan angka yang menunjukkan“
perbandingan kecerdasan” yang terkenal dengan IQ (Intelligence Quotient).
Dengan memahami taraf IQ setiap anak, maka seorang guru akan dapat
memperkirakan tindakan yang harus diberikan kepada anak didiknya secara tepat.
(3) Bakat
Bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil
belajar seseorang. Belajar pada bidang yang sesuai dengan bakat akan
memperbesar kemungkinan berhasilnya usaha itu. Anak yang memiliki bakat yang
tinggi, disebut anak berbakat. Secara definitif, anak berbakat adalah mereka
yang oleh orang-orang yang berkualifikasi profesional diidentifikasikan sebagai
anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi, karena mempunyai kemampuan –
kemampuan yang tinggi.
(4) Motivasi
Motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang
untuk belajar.. Maka, meningkatkan motivasi belajar anak didik penting untuk
mencapai hasil belajar yang optimal (Ahmadi dan Prasetya : 1997 : 109).
(5)
Kemampuan – kemampuan kognitif
Kemampuan – kemampuan kognitif merupakan faktor-faktor yang penting dalam
kegiatan belajar para siswa atau anak didik. Hal ini terjadi karena dalam
menentukan keberhasilan belajar anak di sekolah masih lebih mengutamakan aspek
kognitif, sedangkan aspek afektif dan aspek psikomotor yang merupakan aspek
lain dari tujuan pendidikan lebih bersikap pelengkap. Kemampuan-kemampuan
kognitif itu terutama adalah persepsi, ingatan, dan berfikir. Kemampuan
seseorang dalam melakukan persepsi, mengingat, dan berpikir sangat besar
pengaruhnya terhadap hasil belajarnya.
Setelah diketahui berbagai faktor yang mempengaruhi proses dan hasil
belajar tersebut, maka hal yang penting dilakukan adalah mengatur faktor-faktor
tersebut sehingga dapat mempengaruhi dalam mencapai hasil belajar yang optimal.
Hal ini disebabkan karena berbagai faktor tersebut akan saling mempengaruhi
satu sama lain dalam menciptakan hasil belajar tertentu.
3. Hakekat Belajar
Belajar
pada hakekatnya adalah suatu aktivitas yang mengharapkan perubahan tingkah
laku (behavioral change) pada diri
individu yang belajar. Perubahan tingkah laku terjadi karena usaha individu
yang bersangkutan. Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
bahan yang dipelajari, faktor-faktor instrumental, faktor-faktor lingkungan,
dan kondisi genetik individu (faktor bawaan). Faktor-faktor tersebut diatur
sedemikian rupa agar mempunyai pengaruh yang membantu tercapainya kompetensi
secara optimal.
Proses
belajar yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran
merupakan proses komplek dan senantiasa berlangsung dalam berbagai situasi dan
kondisi. Belajar selalu melibatkan tiga hal pokok yaitu : adanya
perubahan tingkah laku, sifat perubahannya relatif tetap (permanent) dan perubahan tersebut disebabkan oleh interaksi dengan
lingkungan, bukan oleh proses kedewasaan ataupun perubahan-perubahan kondisi
fisik yang sifatnya temporer. Oleh karena itu pada prinsipnya belajar adalah
proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi siswa dengan
sumber-sumber belajar, baik sumber yang didesain maupun yang dimanfaatkan.
Hasil belajar yang maksimal tidak hanya terjadi karena interaksi siswa dengan
guru, tetapi dapat pula diperoleh lewat interaksi antar siswa dan antara siswa
dengan sumber belajar lainnya.
Keberhasilan atau kegagalan dalam proses pembelajaran
merupakan sebuah ukuran atas proses pembelajaran. Apabila merujuk pada rumusan
operasional keberhasilan belajar, maka belajar di-katakan berhasil apabila
diikuti cirri-ciri : (1) Daya serap terhadap bahan pembelajaran yang diajarkan
mencapai prestasi tinggi, baik secara individu maupun kelompok; (2) Perilaku
yang digariskan dalam tujuan pembelajaran khusus ( TPK ) telah dicapai oleh
siswa baik secara individual maupun kelompok; (3) Terjadinya proses pemahaman
meteri yang secara sekuensial mengantarkan materi tahap
berikutnya.
Ketiga ciri keberhasilan belajar diatas, bukanlah
semata-mata keberhasilan dari segi kognitif, tetapi mesti melumat
aspek-aspek lain, seperti aspek afektif dan aspek psikomotor.
Pengevaluasian salah satu aspek saja akan menyebabkan proses pembelajaran
kurang memiliki makna yang komprehensif.
Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan
belajar dapat dilakukan melalui test prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan
ruang lingkupnya, tes prestasi belajar dapat digolongkan pada beberapa jenis
penilaian, yakni : tes formatif, sub sumatif dan sumatif.
Tes formatif digunakan untuk mengukur satu atau beberapa
pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya
serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes dapat dimanfaatkan untuk
memperbaiki proses pembelajaran pada bahan tertentu dan dalam waktu
tertentu pula.
Tes sub-sumatif meliputi sejumlah bahan pelajaran tertentu
yang telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh
gambaran daya serap siswa agar meningkatkan hasil prestasi belajar siswa. Hasil
tes sub-sumatif dapat dimanfaatkanuntuk memperbaiki proses pembelajaran dan
diperhitungkan dalam menentukan nilai raport.
Tes sumatif diadakan untuk mengukur daya serap siswa
terhadap bahan pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu smester, satu
atau dua tahun pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau tarap
keberhasilan belajar siswa dalam suatu periode belajar tertentu. Hasil dari tes
sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat atau sebagai
ukuran mutu sekolah.
Keberhasilan belajar bukanlah yang berdiri sendiri,
melainkan banyak yang di pengaruhi oleh factor-faktor lainnya. Berbagai factor
dimaksud diantaranya adalah tujuan, guru, anak didik, kegiatan pembelajaran dan
evaluasi.
a. Tujuan
Tujuan
merupakan muara dan pangkal dari proses pembelajaran. Oleh karena itu, tujuan
menjadi pedoman arah dan sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam
kegiatan proses pembelajaran. Kepastian proses pembelajaran berpangkal tolak
dari jelas tidaknya perumusan tujuan pembelajaran. Semakin jelas operasional
dan tujuan yang akan dicapai, maka semakin mudah menentukan alat dan cara
mencapainya, dan sebaliknya.
b. Guru
Performance
guru dalam membelajarkan siswa banyak dipengaruhi berbagai factor seperti
tipe kepribadian, latar belakang pendidikan, pengalaman, dan yang tek kalah
pentingnya berkaitan demgan pandangan filosofis guru terhadap murid. Pandangan
guru terhadap anak didik mempengaruhi kegiatan mengajar guru di kelas. Guru
yang memandang anak didik sebagai makhluk individual yang tidak memiliki
kemampuan atau laksanan kertas kosong akan banyak menggunakan metode yang teacher
centered, bukan pendekatan yang student centered. Sebab, murid
dipandangnya sebagai gelas kosong yang bisa diisi apapun. Pendekatan ini sering
disebut sebagai proses pouring in, penuangan terhadap sesuatu
denga segala sesuatu. Padahal yang terpenting bagi guru adalah mengetahui anak
didik dengan segala potensi dan kekuatannya sehingga guru cukup melakukan
proses drawing out, yakni proses mengeluarkan, membimbing, memotivasi
keluarnya berbagai potensi yang ada pada anak didik menjadi kekuatan belajar
dan faktual. Demikian pula factor latar belakang dan pengalaman mengajar
merupakan dua aspek yang mempengaruhi kompetensi profesi guru dalam mengajar.
Guru pemula dengan latar belakang pendidikan keguruan, sekalipun sama dalam
kemampuan mengajar, tetapi yang berlatar belakang keguruan memiliki landasan
teori sehingga tindakannya dapat dipertanggungjawabkan secara akademik dan metodologis.
c. Peserta
Didik
Peserta
didik dengan segala perbedaannya seperti motivasi, minat, bakat, perhatian,
harapan, latar belakang sosio cultural, tradisi keluarga, menyatu dalam
sebuah system belajar di kelas. Perbedaan-perbedaan inilah yang wajib di
kelola, diorganisir guru, untuk mencapai proses pembelajaran yang optimal.
Apabila guru tidak memiliki kecermatan dan keterampilan dalam mengelola
perbedaan-perbedaan potensi peserta didik maka proses pembelajaran sulit
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Guru harus menyadari bahwa
perbedaan potensi bawaan peserta didik merupakan kekuatan maha hebat untuk
mengorganisasi pembelajaran yang ideal. Keragaman merupakan keserasian yang
harmonis dan dinamis.
d.
Kegiatan Pembelajaran
Pola umum kegiatan pengajaran adalah tejadinya interaksi
antara guru dengan anak didik dengan bahan sebagai perantaranya. Guru yang
menciptakan lingkungan belajar yang baik maka kepentingan belajar anak didik
terpenuhi. Anak didik merupakan subyek belajar yang memasuki atmosfir suasana
belajar yang diciptakan guru. Oleh karena itu, guru dengan gaya mengajarnya
berusaha mempengaruhi gaya dan cara belajar anak didik. Gaya mengajar menurut
Muhammad Ali ( 1992 ) dapat
dibedakan kedalam empat macam yaitu gaya mengajar klasik, gaya mengajar teknologis,
gaya mengajar personalisasi dan gaya mengajar interaksional. Gaya mengajar individual biasanya berusaha
memahami anak didik sebagai makhluk individual dengan segala persamaan dan
perbedaannya. Gaya mengajar kelompok berusaha memahami anak didik sebagai
makhluk social dengan berbedaan gaya mengajar yang di pakai guru maka akan
melahirkan kegiatan mengajar dan belajar yang beralainan dengan hasil
yang berbeda pula. Untuk hal-hal tertentu guru dianjurkan memakai gaya mengajar
secara terpadu.
e.
Evaluasi
Evaluasi memiliki cakupan bukan saja pada bahan ajar, tetapi pada
keseluruhan proses pembelajaran, bahkan pada alat dan bentuk evaluasi itu
sendiri. Artinya, evaluasi yang dilakukan sudah benar-benar mengevaluasi tujuan
yang telah ditetapkan, bahan yang diajarkan dan proses yang dilakukan.
Bahan ajar dalam kurikulum harus diselesaikan dalam jangka waktu yang
telah ditentukan dan biasanya menjadi rujukan pembuatan item-item soal
evaluasi. Guru membuat perencanaan evaluasi secara sistematik dengan menggunakan
alat evaluasi yang tepat. Alat evaluasi yang bisa digunakan antara lain :
benar-salah (true-fals), pilihan ganda (multiple choice), menjodohkan
(matching), essay dan bentuk evaluasi bisa tertulis maupun lisan.
Evaluasi yang valid (shahih) bukan saja memberikan informasi
prestasi siswa dalam mencapai tujuan tetapi memberikan umpan balik terhadap
proses pembelajaran secara keseluruhan.
4. Strategi Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses untuk
meramu sarana dan prasarana pendidikan untuk mencapai kualitas yang diharapkan.
Kualitas lulusan pendidikan sangat ditentukan oleh seberapa jauh guru mampu
mengelola dan mengolah segala komponen pendidikan melalui proses belajar
mengajar. Artinya keberhasilan pembelajaran sangat tergantung pada kemampuan
seorang guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar sehingga mencapai hasil
sesuai dengan apa yang diinginkan pada tujuan pendidikan. Meskipun sarananya
lengkap tetapi jika guru tidak mampu mengolah sarana melaluli proses belajar
mengajar, maka kualitas pendidikan akan rendah, pencapaian dan keberhasilan
siswa akan diuji. Konsep pembelajaran sendiri dapat dilaksanakan bila informasi
tersebut menarik dan memotivasikan siswa untuk terus belajar. Ini dapat dicapai
jika materi atau informasi direka dengan baik menggunakan metode dan strategi
yang bervariasi. Suasana pengajaran dan pembelajaran yang interaktif akan
menggalakkan komunikasi berbagai hal (siswa-guru, siswa-siswa, siswa-media).
Gabungan berbagai media yang
memanfaatkan sepenuhnya indra penglihatan dan pendengaran mampu menarik minat
belajar. Namun yang lebih utama ialah pencapaian objektif pengajaran dan
pembelajaran dengan berkesan. Harus diingat bahwa media pembelajaran hanya
bertindak sebagai pelengkap, tambahan atau alat bantu kepada guru. Media
pembelajaran tidak akan mengambil alih tempat dan tugas guru. Media
pembelajaran adalah sebagai saluran pilihan dalam menyampaikan informasi dengan
cara yang
lebih berkesan.
lebih berkesan.
Hasil belajar secara efektif dengan
menggunakan media pembelajaran akan dicapai apabila:
1.
Guru mengenal keunggulan dan kelemahan dari setiap
media yang dipergunakan.
2.
Menentukan pilihan materi yang akan diajarkan dan
disesuaikan dengan media yang akan dipergunakan
3.
Menyiapkan skenario pembelajaran secara optimal dengan
penyajian media yang maksimal sehingga menjadi menarik perhatian siswa. Dari
sini nantinya akan mampu mengembangkan berbagai aspek kemampuan (potensi) dalam
diri siswa. Tidak kalah pentingnya, adalah bagaimana membuat anak tetap fokus
kepada strategi pembelajaran dengan menggunakan media yang tepat, dan mengukur
apa yang telah dilakukan siswa dengan menyiapkan lembar tugas atau kuiz yang
harus dikerjakan siswa ketika mengikuti pembelajaran.
Upaya membuat anak betah belajar di sekolah dengan
menggunakan tipe dan strategi pembelajaran serta memanfaatkan media merupakan
kebutuhan, sehingga sekolah tidak lagi menjadi ruangan yang menakutkan dengan
berbagai tugas dan ancaman yang justru menengganggu kemampuan atau potensi
dalam diri siswa. Pemanfaatan teknologi
dan berbagai macam media merupakan kebutuhan mutlak dalam dunia pendidikan
sehingga sekolah benar-benar menjadi ruang belajar dan tempat siswa
mengembangkan kemampuannya secara optimal, dan nantinya mampu berinteraksi ke
tengah-tengah masyarakatnya. Lulusan sekolah yang mampu menjadi bagian integral
peradaban masyarakatnya. Keinginan tersebut tidak mudah dicapai apabila
sekolah-sekolah yang ada tidak tanggap untuk melakukan perubahan.
5. Model Pembelajaran Estafet Question’s Card
Model
Pembelajaran Estafet Question’s
Card mengacu pada model belajar kooperatif yang paling
sederhana, Sehingga diarapkan model belajar tersebut dapat digunakan oleh
guru-guru yang baru memulai menggunakan model belajar kooperatif. Ketika guru
memulai pelajaran, maka sangat penting untuk membuat siswa agar aktif sejak
awal. Berbagai kegiatan pembuka struktur pembelajaran dibuat agar peserta didik
lebih mengenal, menggerak-gerakkan, membangkitkan pikiran dan memancing
perhatian terhadap mata pelajaran. Dalam
menggunakan starategi Estafet Question’s Card siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat atau lima
orang yang merupakan campuran dari kemampuan akademik yang berbeda, sehingga
dalam setiap kelompok terdapat siswa yang berprestasi tinggi, sedang, dan
rendah. Selain itu, berimbang menurut jenis kelamin. Guru menyajikan pelajaran
dan kemudian siswa bekerja di dalam kelompok mereka untuk memastikan bahwa
semua anggota kelompok telah menguasai pelajaran tersebut.
Belajar
aktif informasi, ketrampilan dan sikap terjadi lewat suatu proses
pencarian. Guru lebih dahulu
menyajikan pelajaran baru dalam kelas dengan memberikan bahan pembelajaran yang
telah disusun, kemudian siswa
mempelajari dan berlatih untuk materi tersebut dalam kelas bersama kelompoknya.
Siswa melengkapi lembaran kerja,
bertanya satu sama lain, membahas masalah dan mengerjakan tugas. Tugas-tugas
siswa itu harus dikuasai oleh setiap anggota kelompok. Hasil kerja kelompok tersebut akan dikoreksi
kebenaran atas jawaban oleh kelompok lain. Bila ada kelompok lain yang menyatakan
salah dalam jawaban tersebut maka kelompok itu segera melakukan pembetulan atas
jawaban yang disalahkan.
Model
pembelajaran Estafet Question’s
Card terdiri atas siklus
pembelajaran yaitu: (a) guru mempersiapkan bahan pelajaran yang akan disajikan untuk
siswa, bahan pelajaran ini harus mencurahkan perhatian siswa, (b) belajar dan
bekerja dalam kelompok, dengan dengan berpedoman pada lembaran kegiatan siswa
untuk mempercepat dalam menuntaskan materi pembelajaran, (c) questions atau
pertanyaan disusun untuk dikerjakan siswa dalam satu kelompoknya, (d) jawaban
yang dibuat menitik berapkan pada siswa untuk lebih fokus pada materi
pembelajaran, (e) Sebagai hasil akhir guru melakukan evaluasi dengan
menggunakan skor-skor untuk mengetahui peningkatan individu, dan e) penghargaan
kelompok diberikan kepada kelompok yang
berhasil mencapai skor yang tertinggi sebagai kerja kelompok. Untuk menyelesaikan tugas kelompok,
siswa mengerjakan secara berkelompok, kemudian saling mencocokkan jawabannya
atau memeriksa ketepatan jawabannya dengan jawaban teman sekelompok.
Model
pembelajaran Estafet Question’s
Card memberikan kesempatan kepada siswa
untuk saling memberikan pertanyaan yang telah tersusun dalam kartu (card) dan
memberikan kesempatan untuk memjawab pertanyaan dengan mencari jawaban yang
benar pada kartu jawaban yang telah dirancang oleh guru. Model
pembelajaran Estafet Question’s
Card akan mendorong kecepatan befikir
untuk menjawab sebuah pertanyaan maupun permasalahan yang diberikan dari
temannya.
No comments:
Post a Comment