Balada
Pelajar Si Bejo
(S. Wient)
Saat fajar menyingsing
Kokok ayam bersautan menyambut sang
surya
Alunan adzan subuh menggema ditengah
keheningan
Selimut tebal diseretnya menutup seluruh
tubuhnya
Ditutup telinganya rapat-rapat dengan
bantal
Direngkuh guling dipeluk erat-erat
Sampai sinar mentari
Menembus dinding
Rumahnya
Ia
Terbangun
Dengan percikan air dimukanya
Menggeliat tak segera beranjak dari
ranjangnya
Kakinya melangkah dengan berat
dibersihkan badanya
Pagi itu
Diantara deru debu
Asap kendaraan hitam pekat
Dengan seragam yang lusuh dan berbau
tas dipunggung yang tak pernah ada buku
ia
duduk bangku metro mini
kepalanya mengangguk-angguk
mengikuti alunan musik dari handset di
telinga
ia
tak peduli
dengan ibu tua berdiri di sampingnya
ia
tak peduli
pada ibu hamil yang berdesakan
ia
tak peduli
pada lelaki cacat tanpa kaki
yang mencoba bertahan berdiri dengan
tongkat
ditengah-tengah penumpang yang saling
berdesakan
Hilang sudah jati diri
Di sekolah
Bak pria sejati berteriak tanpa henti
Bicara bagai tong kosong tapi tak
berbunyi
Ia
Tak keluar kata
Saat
guru bertanya
Tentang bunyi Pancasila
Sore
Saat mahgrib usai
Teman sebaya mengaji
Mengalunkan ayat-ayat Qu’an
Ia
Mendengarkan rock n roll
Malam
Bagaikan kelelawar
Pergi
berpesta pora penuh tawa
Dan pulang dengan langkah sempoyongan
Saat ujian tiba
Ia
Hanya mengandalkan kepalan tangan
Menggunakan okol untuk meminta jawaban
Akal dan pikirannya beku tak lagi bisa
berjalan
Ia
Bangga
Dasar si Bejo
Memang bernasib bejo
“aku lulus”
Teriaknya diantara deru konvoi
Yang sangat memekakkan telinga
Dalam perjalanan hidupnya
Ia
Tersadar
Menghadapi masa depan
Lebih berat dan penuh persaingan
Kecerdasan berfikir dan kebodohan
Rasa takut dan keberanian
Hidup berdampingan
Dalam diri manusia
Sepanjang masa
Ia
Mengerti
Bulan
Bintang
Matahari
Bersinar menerangi bumi
Cahaya pengetahuan sejati
Menerangi jagat raya ini tanpa henti
Ia
Tahu
Menimba ilmu dari para suci
Membebaskan jiwa dari segala noda
Pengendaian indera membebaskan diri
Dari segala perbuatan tercela
Kehadirannya
Kini persis seberti sebuah tugu
Berdiri tegak lurus
Dan membisu
Ia
Tak memperoleh sesuatu
Karena ketidak mempuannya
Selama ini
Ia
Meniadakan kekuatan jiwa
Tak menghayati pelajaran yang diterima
Bergaul yang tak pernah menunjang
kesadaran
Berkelahi karena sebatas gengsi dan
perut semata
Sementara badan yang terus melemah
karena usia
Si Bejo
Memang mempunyai nasib bejo
Dalam sisa-sia hidupnya
Ia
Masih punya kesadaran
Dalam kesadarannya
Ia
Masih bisa bertaubat
Bersujud memohon ampunan-Nya
Dan
Ia
Melakoni hidup
Sebagai sebuah persembahan
Kepada Yang Tak Berawal dan
Tak Berakhir
No comments:
Post a Comment